Rabu, 29 Februari 2012

showcase Gerobak Bioskop perdana


belakangan ini geliat kegiatan anak-anak muda di Semarang mulai ramai lagi. Munculnya SemarangObah, dan OASE barangkali menjadi indikator bahwa main banyak teman-teman yang menginginkan kota ini dianggap sejajar dengan kota lain. Keduanya, berniat memajukan Semarang dalam format yang berbeda namun tetap menggunakan satu nama. Memang belum teruji betul kiprahnya namun sebagai sebuah embrio gerakan mari dipantau proggresnya, apakah ini euforia semata atau menjadi praktik yang sungguh-sungguh.
Hysteria sebagai organisasi yang bergerak di bidang budaya urban, membaca kalau fenomena ini adalah imbas dari ledakan populasi anak muda yang sejak 2009 mulai berjalan. Bersama RuangRupa yang membaca fenomena ini pula, tahun 2011 kedua organisasi ini bekerjasama untuk mengembangkan program Gerobak Bioskop. Dasar dari Gerobak Bioskop ialah membagi wacana dan kesempatan untuk berdiskusi bersama melalui media sebuah film.




Kami menyadari untuk membuat sebuah ikon gerobak tidaklah mudah, mengingat lanskap kota semarang yang terdiri dari bukit-bukit. dan kami mengambil sebuah ikon gerobak yang berbentuk rombong, agar mudah saat dibawa pergi ke sebuah daerah. Gerobak Bioskop ini nantinya akan menjadi ajang atau media untuk berkumpul bersama. debut Gerobak Bioskop di Suraukami menjadi awal untuk menyusun sebuah konsep bagaimana Gerobak Bioskop berjalan nantinya. rencanannya adalah Gerobak bioskop akan berkeliling dengan motor dan dalam setiap pemutaran akan mengandung konsep acara yang jelas dan tertata. kami mendesain rombong ini untuk bisa mudah dibawa menggunakan motor juga dapat menampung seluruh kebutuhan dalam sebuah pemutaran film. mengapa kami mengambil rombong sebagai ikon gerobak kami, ialah karena kami tahu kalau rombong sudah digunakan sejak jaman dulu dimana untuk menjual sayur ke pasar, berkembang menjadi jualan es, atau siomay kami mencoba untuk tetap menyelaraskan hal tersebut dengan apa yang kami lakukan.
saat pemutaran pertama di Suraukami (24-25/02/12), kami memutar film Modigliani dan PU239. film yang kemungkinan memiliki bobot untuk didiskusikan. tujuannya untuk menambah wacana setiap yang hadir menonton dan berdiskusi. (OPENK)

Selasa, 21 Februari 2012

gerobak bioskop


Gerobak Bioskop mempersembahkan pemutaran dan diskusi film "Modigliani" ( 24 Februari 2012, 18.30 WIB) dan" PU-239" (25 Februari 2012, 18.30 WIB)

di SurauKami
jalan Tusam Raya 26
Pedalangan, Banyumanik
Semarang.


Modigliani :

film tentang seorang pelukis bernama Modigliani, rival Pablo Picasso. dia adalah sorang Yahudi yang tinggal di Paris, menjalin hubungan denganJeanne anak seorang katolik dan mempunyai anak dengannya. namun, orang tuanya tidak menyetujui dan memilih untuk membawa anak mereka ke gereja. modigliani akhirnya mengikuti sebuah kompetisi dan memenangkannya, namun dia meninggal sesudahnya.


PU-239 :

Timmofey yang bekerja di industri nuklir dan menderita radiasi nuklir karena berusaha mengatasi kebocoran pipa di tempatnya bekerja. namun perusahaannya tak meu mengakui kejadian tersebut dan Timmofey dicutikan. akhirnya Timmofey mencuri Plutonium tersebut dan berusah menjualnya ke pasar gelap. sayang dia tak bisa menjualnya dan akhirnya mati ditembak oleh preman. istri dan anaknya menunggu di rumah, dan melanjutkan hidup mereka.


acara ini dimeriahkan oleh musik akustik Suraukami...
CP Openk (08567562088)

silakan datang, terima kasih
pengen tau program hysteria? follow kami di @grobakhysteria

TERMINAL DATA

MAPPINGPROJECT, PETAKOTA#2

Merupakan program pemetaan yang dikerjakan secara kolektif antara Merdesa dengan Lembaga Hysteria. Program pemetaan ini sendiri merupakan bagian kampenya untuk #cintaarsip, sadar sejarah, dan memaksimalkan program berbasis data.
program ini dipicu oleh minimnya lembaga publik yang mau merawat data dan arsip itu padahal itu penting tidak hanya rekam jejak sejarah tapi juga darinya kita bisa belajar untuk tidak mengulang kesalahan yang sama. Seperti yang kami ketahui, sejarah sub kultur di Semarang kebanyakan didominasi oleh desas-desus, mitos, dan gosip, karena ketika diverivikasi kebanyakan tidak mempunyai bukti otentik berupa dokumen (poster, foto, bukti audio visual, kliping dan data penguat lain). Benar memang bahwa beberapa individu cukup rajin melakukan kerja pendokumentasian, karena hak milik personal tentu saja hak untuk mengakses data ini tidak begitu saja diberikan. Untuk itu Merdesa dan Hysteria bersepakat untuk merintis bank data yang telah sebelumnya dilakukan Hysteria secara kecil-kecilan untuk kemudian data ini bisa diakses publik dengan mudah.
Adapun data-data yang akan diarsip sementara ini hanya meliputi data tahun 2011 dari berbagai lini: senirupa, sastra, teater, musik, pertunjukan, dll. Merdesa dan Hysteria tidak bisa memberikan imbalan bagi para pihak yang menyumbangkan arsipnya, yang ditawarkan adalah share data. Yakni bagi pihak-pihak yang menyumbang data pada kami berhak mendapat data dari yang kami kumpulkan selama data itu boleh dimilliki pula oleh pihak di luar kami atas seizin pemilik data asal.
tanpa data dan tanpa catatan sejarah kami pikir akan sedikit teman-teman yang memahami kebudayaan ini sebagai pola. tanpa memahami bahwa kebudayaan adalah pola, maka akan semakin sulit untuk mencita-citakan perubahan yang cukup massif. Perubahan bisa dimulai dengan #cintaarsip, sadar sejarah dan membuat program berbasis kebutuhan. Kebutuhan tidak bisa diinventarisir tanpa data yang memadai. Dari situ kita akan belajar struktur kebudayaan, lubang hitam yang menjebak, dan berusaha untuk tidak mengulanginya di masa depan.
Kami khawatir jika semua acara yang dikonstruk berlandas gebyar kemewahan dan semata-mata pesta, tanpa daya reflektif kita akan kesulitan untuk mengukur sejauh apa kontribusi kita pada kota, terutama di Semarang, dan bagaimana mengukur semua capaian itu.
Berikut adalah nama-nama yang sedang, telah, atau akan kami akses datanya. Semoga teman-teman mau berkontribusi dan mendukung gerakan #cintaarsip ini

Musik:
Dari danar, Nyit nyit, Houtskool, Atip Udinus, Garna, Riska, Gagas

Teater:
Emka, Buih dipo, Kolam kodok, SS, Persona, Sangkur timur, Cabang, Kaplink, Beta, Asa, Wadas, Metafisis, Mimbar, Air tanah, Esa , A.ji, Gema , Tabu, Gter whas, Rodagila, Komunitas panggung, Lingkar

Film :
Ungu, Yoyok , Kine Fisip, Kronik

Seni rupa:
Orart oret, Kubu rupo, Byar, Kotak pencil, Twenty grand, Zos, Kotak gila, Karamba Art, Beans talk, Papillon, 12pm, outsider

Sastra :
Lembah kelelawar, Kias, Open mind, Suket teki, Ruang eja, Cakra, KMSI, Lini kreatif

data dari institusi:

TBRS, Galeri Semarang, Sanggar greget, sanggar Paramesti, Widya mitra, Suraukami, Sobokarti, Hysteria, Dekase, DKJT, Lengkong Cilik

nama-nama ini bisa bertambah atau berkurang. kami menerima masukan rekomendasi nama dari teman-teman yang sekiranya datanya bisa kami akses.
atau teman-teman bisa datang langsung ke Grobak A(r)t Kos Jl. Stonen no 29 Semarang (024) 8316860
follow us @grobakhysteria

Selasa, 14 Februari 2012

propaganda hysteria 83!


MAV BARU SEMPAT POSTING YANG EDISI 83 (DESEMBER 2011) :D. edisi 83 ini kebanyakan reportase acara hysteria sendiri dan kronik kegiatan kami selama setahun. baik program yang kami inisiasi, inisator orang lain maupun program orang lain yang melibatkan kami. follow kami @grobakhysteria


selain itu ada beberapa foto kegiatan lain semisal
juga liputan pameran

Senin, 13 Februari 2012

zona nyaman




keinginan untuk mengajak para fotografer ini berpameran sebenarnya sudah sejak lama. hanya saja niat ini baru teralisasi sekarang. pada awalnya adalah pertemanan. ya, saya berteman dengan mereka. bahwa kemudian pelan-pelan saya ketahui ketertarikan minat mereka pada fotografi adalah lain hal. hobi dan minat mereka yang cukup besar akhirnya mengantarkan kami dalam pameran yang bertajuk Comfort Zone ini.
kenapa perempuan? kenapa fotografi? kenapa comfort zone? kami sadari betul setiap pilihan mengandung resiko dan kemungkinan. sebagaimana diketahui seringkali perempuanlah yang menjadi objek fotografi, meskipun pendapat ini bisa disangkal, tetapi kebudayaan patriarki yang sejak lama kukuh dan dikukuhkan membuktikan bahwa presentase yang menganggap perempuan sebagai objek dan komoditas selalu lebih besar. untuk itu penting bagi kami untuk dalam pameran ini mendudukkan perempuan ini sebagai sang subjek.
tema zona nyaman sendiri, mengacu pada kondisi ideal yang dicita-citakan manusia. mungkin semacam titik bahagia dimana kemapanan telah terengkuh. sebaliknya ada juga yang berpendapat bahwa zona nyaman itu kilatan singkat diantara jutaan kegelisahan yang berseiweran. bahkan kebih jauh lagi zona nyaman adalah keadaan yang harus dihindari karena itu bisa menjebak kita untuk tidak gelisah dan kehilangna gerak mencari. zona dimana manusia akan merasa puas diri dan mandeg! nah!


ketika tema ini diwacanakan pada para cewek-cewek ini, tema ini kemudian diterima, diolah, dan direspons, dieksekusi sebagai karya fotografis berdasar tafsir masing-masing. Hysteria sebagai inisiator, dan kemudian saya yang berlaku sebagai partner mereka dalam memilih dan memilah karya tidak lantas menjadikan tema ini sebagai tema yang kaku. mereka bebas meresepesi, mengukuhkan, atau menegasi dengan mempertanyakan dan menggugat tema ini. hasilnya adalah 25 karya foto yang tersaji di Grobak A(r)t Kos, Jl. Stonen no 29 Semarang ini.
karya-karya Annisa Rizkiana terdiri dari 3 buah yang masih satu seri. Annisa yang berlatar belakang sebagai artworker dan pembuat zine ini bisa dibilang sebagai peserta paling muda (19 th) dan berasal dari Semarang. "Bagiku perasaan nyaman itu, sungguh tak perlu aku memiliki banyak hal,tak perlu aku mengejar banyak hal,dan tak perlu aku mengetahui banyak hal" begitulah konsep dia mengenai "nyaman". lebih jauh lagi dalam penjelasan dia mengenai konsep karyanya Annisa banyak mengulik periihal rindu. tiga karyanya secara berurutan berjudul: 1) Peuntun Cahaya, 2) Jangan Dicubit, 3) Tak Merasa Malu, ada hasil akhir setelah kami berdebat panjang mengenai karya yang hendak ditampilkan. tiga series itu menggambarkan seorang gadis dengan citraan memiuh sedang berjalan dan bergandeng tangan. wajahnya sengaja tidak ditampilkan secara gamblang untuk menghindari citraan identitas pribadi seseorang. berdasar pengakuannya juga ini adalah karya fotografi dia yang dipamerkan.


bersebelahan dengan karya Annisa, ada Riksa Afiaty (25 th) yang menjejer-jejerkan 15 karyanya secara acak. 15 karya itu bercerita tentang sisa-sisa makanan yang sulit diidentifikasi lagi sisa makanan apa itu. riksa berkeyakinan bahwa kenyamanan adalah sisa-sisa. ia hanya bisa dinikmati sebagai sisa-sisa dari keluruhan yang besar dan telah habis. meski dari sisa itu sudah tidak bisa teridentifikasi lagi tetapi dari sisa tu bisa dilacak sejarah dari keseluruhan yang tinggal sisa. dan itulah kenyamanan. ia tidak permanen tetapi sesuatu yang diperjuangakan, dinikmati, dicerna, untuk kemudian kesan-kesan itulah yang tinggal. riksa yang berasal dari Bandung ini merasa bahwa menjadi manusia adalah persoalan, untuk itu, gelisah itu niscaya, dan berada di zona nyaman barangkali belum menjadi piihan menarik baginya.
ada empat karya yang ditawarkan Mahar Gireta Rosalia (21 th). kesemuanya adalah objek manusia telanjang. dalam Nudity Series, Ocha, begitu Mahar lebih akrab disapa, seakan ingin menelanjangi kemunafikan manusia era sekarang. ketelanjangan telah sedemikian rupa dipolitisir. tuuh-tubuh itu telah didisiplinkan oleh berbagai norma dan aturan, seolah-olah yang telanjang itu tidak beradab. padahal pada era yunani, tubuh manusia mengalami pemuliaan sedemikan rupa, pun ketelanjangan. tapi sekarang agama, dan aparatus kekuasaan lain telah mendefinisi ketelanjangan sebagai sesuatu yang salah dan itu harus dilarang. ia adalah manifestasi ideologi penguasa yang sangat patriarikis. maka merayakan ketelanjangan adalah sub versi bagi ideologi dominan masayarakat. being honest (menjadi jujur) yang dimaknai Ocha sebagai ketelanjangan adalah titik yang paling nyaman dalam persepsi dia.
perempuan ke empat, Dinda Wulanhari Suci (22 th) memasang tiga karyanya yang bertajuk egoism. ketiga karya dinda mengambarkan perempuan yang sedang berada pada posisi nyaman ketika menjadi dirinya sendiri mislanya marah, sedih, dll. hanya saja tidak terlihat jelas ekpresi apa yang ditunjukkan dari objek-objek tersebut.
berada di deretan paling akhir dalam ruang display kecil GAK, Hysteria adalah Mikako Ando. ada empat karya yang secara berurutan berjudul 1) The Beginning, 2) A Planet, 3) Landing, dan 4) Door. zona nyaman bagi Mika adalah angkasa, karena dari sanalah dia bisa membayangkan ada dunia lain yang barnagkali tidak dia kenal tapi ia rasakan ada. rasa penasaran itulah yang menggerakkanya untuk mengabadikan objek-objek yang bagi orang lain terasa asing. the beginning adalah muasal dari rasa ingin tahu itu, dari sanalah yang mengggerakkan manusia kepada planet, objek di luar sang subjek dan rasa ingin tahunyalah yang telah melemparkannya pada pendaratan (landing). Narasi ini mengingatkan kita mada kisah Adam yang terlempar ke dunia karena tergoda buah pengetahuan. Di akhir serinya ada door (pintu) yang merupakan jalan kembali kepada muasal. Lubangnya adalah kematian yang mungkin bukan akhir tetapi mengantarkannya pada lorong lain sebagaimana pilihan objeknya yang membidik lubang dalam wastafel. Pemaknaan ini barangkali sangat berlainan dengan yang dimaksudkan seniman. Tetapi bukankan menjadi resiko ketika tanda dilempar terjadi negosiasi dalam pemaknaan dalam cakrawala pengetahuan sang subjek bukan?


Sebagaimana telah saya jelaskan di atas bahwasanya pada mulanya adalah pertemuan dan perkenalan kami tetapi mereka memang cukup layak untuk merespons tema ini. Annisa misalnya sedari SMA rajin membuat handycraft dan zine, Mikako mempunyai rekam jejak berpameran di Jepang ketika kuliah dengan ikut klub foto, Dinda, mahasiswi Dekave yang sedang magang di Hysteria juga cukup menjanjikan sebagai salah satu kader, Riksa, lama bergiat di Jendela Ide, pemagang Kelola dan rajin ngulik foto, dan terakkhir Mahar Gireta yang bekerja di studio foto dan masih mau meluangkan diri untuk membuat karya-karya yang sesuai idealismenya.


Pameran ini juga sebagai salah satu upaya Hysteria untuk memberikan kesempatan para fotografer ini untuk terus berproses tanpa henti. Setelah beberapa program sebelumnya berfokus pada komunitas pelan-pelan Hysteria juga member porsi untuk potensi personal. Silakan mengapresiasi 

Agama Hari Ini


Oleh: Adin

Apa itu agama? Bagaimana konsep tentang agama diterjemahkan dalam perilaku anak muda hari ini? pertanyaan-pertanyaan itulah yang hendak disodorkan dalam mental histoire. Anak-anak muda yang punya hobby sama dalam fotografi ini akhirnya mendefinisikan agama melalui perspektifnya masing-masing. Beberapa tahun belakangan gerakan primordialisme dan konservatisme agama kian marak. Itu tidak saja memecah belah kerukunan tetapi juga menciptakan ledakan konflik yang kadang sudah tidak terantisipasi lagi.
Seruan untuk menjaga persaudaraan dan membangun pengertian ini akhirnya menggaung kemana-mana. Tren agama meningkat lagi. Mulai dari yang lunak hingga garis keras. Dalam pameran ini terangkum enam fotografer muda yang merespons tema ini secara beragam.
Pada karya Hindrawan (Solo) dan Pius Rahardian (Jogja) agama dipahami sebagai ritual ibadah yang sebagaimana kita bisa saksikan sehari-hari. Objek-objek yang diambil rata-rata adalah pribadi yang mempunyai ketaatan yang normal. Dalam artian jika kita bandingkan ritual yang menjadi objek Aditya Surya Putra (Jogja). Objek Pius misalnya menggambarkan orang-orang biasa yang larut baik dalam ritual maupun pada artefak agama, begitu juga Hindra yang menampilkan orang yang sedang melakukan peribadatan. yang menarik adalah pilihan Aditya yang ingin menampilkan tradisi yang mengakar tua dalam kepercayaan orang-orang di Filipina. Ritual mereka tampak kontras dengan objek sebelumnya. Dalam Penance misalnya, orang-orang ini rela untuk dicampuk, dan disalibkan sebagai upaya penebusan dosa.




Tradisi ini sekarang tidak banyak yang melakukan memang. Tetapi ini menjadi sangat menarik karena kita telah dibukakan mata bahwa menyakiti diri sendiri, merasa terhina, da rendah adalah sebagian metode penebusan dosa yang akan mendekatkan diri pada Tuhan. Ritual ini tentu saja berkebalikan dengan keyakinan orang modern yang sangat rasional. Tetapi lewat momentum ini kita bisa disadarkan kembali bahwa ritual ini masih menemukan konteksnya. Barangkali masokisme (yang selalu dinisbatkan pada tindakan patologis) menemukan akarnya pada ritual ini.



Pada titik ini karya Aditya melengkapi dua tema yang diangkat oleh Pius dan Hindra. Lain halnya mereka bertiga, Gatot Caesario Tolanda menampilkan sisi lain agama yang ingin menyakiti. Seorang cowok berkalungkan dinamit yang ingin meledakkan siapapun di sekitarnya. Tentu saja ini langsung mengingatkan pada aksi bom bunuh diri dan aksi terorisme yang belakangan marak. Juga kekerasan atas nama agama dalam berbagai bentuknya. Kejadian semacam perusakan gereja di Temanggung, kasus Ahmadiah dan banyak lagi adalah kotra ritual agama yang dipahami secara sangat lain dengan konsep rahmat bagi alam semesta. Mendadak saja wajah agama menjadi ganas dan berbahaya!
Pada karya Victor Puguh Harsanto (Jakarta) agama berwarna lain lagi. Victor yang kesehariannya di Jakarta merasa bahwa konsep agama, kalau melihat dalam karya-karyanya tidak berhenti sebagai ritual ibadah seperti pada umumnya. Agama adalah kecepatan, waktu, dan hal-hal yang kita buru secara riil. Ia bisa sangat profane seperti halnya kebutuhan akan halnya uang. Tuhan bisa dimana-mana, bisa di halte, dalam trans Jakarta, perempatan senen, bahkan pensi SMA! Atau Tuhan tidak dimana-mana, bukan sesuatu yang abstrak, tetapi artefak, relic, persitiwa-peristiwa keseharian yang dimistiskan macam agama. Semacam pemujaan terhadap artis pujaan kita atau gelegar konser musik.




Fotografer terakhir, Tommas Titus Kurniawan, menampilkan karya lain. Ada empat wajah yang keempatnya ditutupi dengan gambar kupu-kupu. Ia menyebutnya butterfly effect. Sebagaimana diketahui teori butterfly effect dikenalkan Edward Norton Lorenz, teori itu meyakini bahwa kepakan kupu-kupu di pedalaman Brazil bisa mengakibatkan tornado di Texas. Yang artinya hal-hal kecil itu bisa berdampak pada sesuatu yang besar. Pada awalnya agama adalah kepercayaan individu yang terinternalisasi baik melalui pemahaman orang tua maupun institusi agama. Agama menorehkan jejak yang cukup panjang pada tiap individu, dan jejak-jeja kecil ini kelak bisa sangat mempengaruhi kepribadian individu dan pembentukan karakternya kelak. Mungkin seperti itukah yang ingin dikatakan Tommas melalui empat subjek yang bisa diimajinasikan sebagai anggota keluarga?



Ketjil Bergerak, sebagai inisiator pameran bekerjasama dengan Hysteria tentu tidak ingin memberi simpulan terhadap pameran ini. Justru lewat pameran inilah mereka ingin menggedor naluri kritis para penikmatnya.



Jumat, 10 Februari 2012

Malaria- Art Exhibition



Silakan Datang
MALARIA
Art Exhibition by Robby Zidnie Ielman
14-24 Februari 2012 | Opening Pameran pukul 19:30 WIB | Grobak A(r)T Kos-Hysteria Stonen 29 Bendan Ngisor Semarang

Malaria dalam tajuk pameran ini bukan merujuk pada malaria yang disebabkan oleh parasit yang bernama plasmodium. Bahwa parasit plasmodium ini menyerang organ hati dan menginfeksi sel darah merah dan menyebabkan kematian, dan bahwa dalam konteks malaria yang dipahami Robby (seniman yang berpameran) juga semacam penyakit yang menyerang hati dan menginfeksi keseluruhan hidupnya untuk beberapa lamanya (meski tidak sampai membunuhnya) adalah persoalan lain. Keduanya adalah penyakit hati.
Malaria dalam kamus Robby Zidnie Ielman berasal dari gabungan mala (penyakit/ luka- kamus jawa) dan ria (suka cita, atau cinta) jadi malaria barangkali semacam penyakit orang jatuh cinta dan kegagalannya.



Sebelum jauh kami ngomong banyak soal Robby dan karyanya baiklah akan kami ceritakan sedikit perihal pertemuan kami.
Kami kenal Robby cukup lama, kira-kira tahun 2007 waktu pameran voltage and silent di DKJT. Saat itu kami membantu teman-teman senirupa Unnes untuk membuat performance day, tepatnya 16 april 2007. Performance art yang diadakan di Fakultas Sastra Undip Hayam Wuruk (saat ini menjadi FIB) itu sempat membuat kami kena marah dan ditegur oleh pihak dekanat. Robby bersama kelompoknya Balikkanan menjadi salah satu kelompok yang cukup aktif pada tahun itu bersama dengan Importal dan Byar Creative industry. Itu juga awal kerjasama kami dengan anak -anak seni rupa di luar jaringan Byar. Setelah itu Robby beberapa kali pameran di solo dan kampusnya. Lama tidak terdengar tiba-tiba kami mendengar kabar Robby ikutan kelas Aksara yang diselenggarakan oleh IVAA, di bawah bimbingan Gunawan Maryanto dan Zamzam (Kampung Halaman) ia ikut kelas itu selama empat bulan. Lama tidak terdengar lagi, tiba-tiba kami tahu Robby mondok di Rembang di tempat Kyai Mustofa Bisri. Sampai di situ kami mulai menjalin komunikasi yang cukup intens, mulai dari seputar kesehariannya dan pandangan dia terhadap dunia seni rupa.


Naik turunnya perasaan dan pikiran Robby menjadi perhatian kami. Mengapa orang yang lama hilang ini ingin muncul lagi. Setelah lama kami ngobrol ternyata salah satu penyebab kacau hidupnya adalah gara-gara MALARIA. Bahkan menurut penuturannya kegagalan studinya (bukan bermaksud menyalahkan) adalah gara-gara kekurangsiapannya mengahadapi dirinya sendiri ketika ditinggal kekasihnya untuk menikah.. Apakah ini soal sepele? tentu tidak. Kami tidak pernah meremehkan soal ini, karena jangan lupa bahwa kadang hal-hal besar berlatar dari dari motif kecil. Pengarang besar kita Pramoedya Ananta Toer misalnya, merasa inferioritasnya hilang tidak karena telah membaca banyak buku dan menulis banyak karya, tetapi karena: telah bercinta dengan noni belanda! (lihat dalam film documenter arahan Yayasan Lontar).
Robby berpacaran selama 5 tahun dan ditinggal menikah oleh kekasihnya, ini mengacaukan banyak hal dalam hidupnya, dengan demikian pameran ini juga menjadi semacam terapi penyembuhan dan kelegawaan Robby untuk mengakui kelemahannya dan usaha berdamai dengan masa lalunya. Proses kesakitan inilah yang mengantar Robby untuk menjelajahi kemana-mana, menjadi tema besar dalam karyanya, mengantarkannya untuk lebih dekat dengan tuhan, dan sekarang mengembalikannya ke seni rupa!


Malaria dan demam akut bermalam-malam selama sekian tahun ini telah mengingatkannya pada sesuatu yang asing. Sesuatu yang di luar kuasa dirinya sendiri. Karya-karya robby ini terangkum dalam dua dimensi dan bersifat spontan. Kebanyakan medium yang dipakai adalah pena atau pensil diatas kertas. Hanya sedikit yang menggunakan kanvas dalam pameran ini. Selamat datang kembali kawan..motif sekecil apapun adalah penggerak yang terjujur, yang akan menentukan adalah tindakan apa yang akan diambil ke depan supaya semua ini menjadi penting kelak.


Kamis, 09 Februari 2012

Perjalanan Hening


Wing Sentot Irawan, pengonthel sepeda asal Lombok keliling ASEAN ini akan mampir ke Semarang
11 Februari 2012 pukul 19.00 di kampus sastra Undip Pleburan Jalan Hayam Wuruk.
pertemuan Pejuang Sepeda ini dengan sejumlah seniman muda Semarang akan diramaikan dengan pertunjukan Performance Art (Semarang), dan Musikalisasi puisi (Wing Sentot Irawan)...
kerjabareng: KMSI, Openmind, Kolektif Hysteria, Teater Emka, Teater Asa Semarang

Selasa, 07 Februari 2012

pameran Komik di GAK oleh Agung




PAMERAN KOMIK INDONESIA
Semarang, 21 – 27 Januari 2012
oleh: Agung Prabowo


Saya adalah pengajar di salah satu SMK Negeri di Semarang untuk mata pelajaran Seni Budaya. Di kelas XII (Dua Belas) semester 1 kebetulan ada materi Seni Rupa tentang membuat komik. Ketika saya memulai pelajaran, saya selalu menanyakan kepada siswa saya, “Coba sebutkan beberapa judul komik yang kalian ketahui !!”, reflek siswa saya menjawab bersahutan, “Naruto, Doraemon, One Piece, Crayon Sinchan, Dragon Ballz, Kungfu Komang, dll”. Kemudian saya menjelaskan kepada mereka kalau semua yang mereka sebutkan tadi adalah komik-komik buatan Jepang. Saya kembali bertanya, “Coba sebutkan komik-komik buatan Indonesia !!” dan merekapun terdiam.



Dari sinilah saya kemudian termotivasi untuk membuat “sesuatu” yang signifikan agar komik-komik buatan Indonesia lebih dikenal oleh masyarakat. Maka dari itu beberapa waktu yang lalu saya mencoba mengarsipkan dan mengumpulkan karya-karya komik buatan komikus lokal, terutama komik-komik yang belum diterbitkan. Dan di awal 2012 ini saya memberanikan diri untuk mengenalkannya kepada khalayak melalui Pameran bertajuk “Pameran komik Indonesia”.

Banyak yang beranggapan bahwa kurang diminatinya komik Indonesia ini disebabkan oleh berbagai indikator. Kualitas gambar yang masih kurang, cerita yang tidak bagus, lemahnya ciri karakter tokoh komik, style yang kurang kekinian, finishing yang kurang maksimal dan lain-lain selalu menjadi kendala. Sekarang, di tahun 2011/2012 hal-hal klasikal tadi perlahan mulai terbenahi.
Di Pameran ini, sengaja saya mengumpulkan beberapa komik dari beberapa tempat di Indonesia yang menurut saya aneh, unik dan sekaligus memiliki ciri dan kekuatan tersendiri. Kalau urusan cerita, cobalah baca komik “A Letter From Heaven” karya Yan Setiawan (Bandung), saya jamin dada anda akan sesak. Ada juga “Battle Heroes”, dimana 1 komik digambar oleh 10 orang yang berbeda dan tentu saja dengan style yang berbeda pula. Tema wayang yang biasanya dibuat monoton, ini tidak berlaku untuk karya komik milik Bima Nurin berjudul “Cepot Repot Cepot”. Ada juga komik unik 3D berjudul “Duo Labil” karya Hudiyanto (Jakarta) yang seakan- sang komikus bisa berinteraksi dengan karakter di dalam komiknya. Tema kesejarahan era Pendudukan Jepang juga bisa dinikmati di komik “Neraka Nippon” karya Irawan Arif (Jakarta), dan masih banyak lagi lainnya.



Pameran Komik ini menjalin kerjasama dengan Hysteria dan mendapat kesempatan untuk mempergunakan ruang galeri seni alternatif mereka di Grobak a[r]t Kos - Jl. Stonen 29 Sampangan - Semarang ini diadakan selama 1 Minggu Full, mulai tanggal 21 – 27 Januari 2012. Pameran ini juga diselingi dengan 2 Event lainnya yang tentu saja masih berhubungan dengan komik, yaitu Gathering ngomik.com dan event menggambar komik bersama. Ngomik.com adalah salah satu website Penerbit komik digital dan membaca komik secara online yang menurut saya sangat membantu komikus-komikus lokal kita untuk mengembangkan kemampuannya dalam membuat komik. Bagi pembaca, website ini juga sangat membantu untuk lebih mengenal komik-komik buatan komikus lokal dan bagi Penerbit, website ini bisa menjadi market research komik-komik yang akan diterbitkan. Tercatat ada sekitar 200-an member ngomik.com yang berasal dari Semarang, maka dari itu sayang sekali jika momen ini saya lewatkan begitu saja tanpa adanya acara kopi daratan dengan para member ngomik.com.

Pembukaan Pameran, diisi dengan event menggambar komik 24 Jam. Di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia sering diadakan tantangan “24 Hour Comics” atau membuat 24 halaman dalam waktu 24 jam nonstop. Tapi, karena ini adalah acara rutin dan terjadwal, dan baru akan diadakan serentak pada bulan Juni nanti, maka saya buat saja tantangan yang konsepnya mirip dengan “24 Hour Comics”, yaitu menggambar komik 10 halaman saja selama 24 jam.



Semoga semua rangkaian acara di Pameran ini, bisa lebih meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap komik Indonesia, dan ke depan Komik Indonesia bisa lebih mendapat tempat di rumahnya sendiri. [Ag]