Jumat, 13 Mei 2016

Perfect Stranger di Leluhur Opel


tempat tinggalku di Russelsheim
(bagian 3)


Seperti yang kubilang sebelumnya selama sebulan aku tinggal di Russelsheim, sebuah kota kecil dua puluh menit perjalanan dari Wiesbaden ke arah Timur. Cukup satu hari untuk menjelajah kota ini. Kota? Aku pikir terlalu besar untuk disebut kota, lebih tepatnya desa kalo kita perbandingkan dengan di Indonesia sih. Meskipun kecil tapi Russelsheim boleh dibilang cukup nyaman bagi orang-orang yang mencari keheningan.

Russelsheim menyita perhatian banyak orang ketika Adam Opel AG, pendiri Opel membuka usahanya di kota ini. Adanya Opel membuat desa ini ditinggali banyak pekerja. Aku tinggal 20 meter dari perusahaan besar ini. Sangat dekat dengan stasiun kereta api, terminal bus dan juga patung Adam Opel yang berdiri megah di ruang lapang.Adam Opel memulai usahany asejak 1862 dengan memproduksi mesin jahit. Sukses dengan usahanya itu  1886 ia membuat motor lalu membuat mobil pertama kali 1899. Tahun 1911 dan 1945 perusahaan ini mengalami kerusakan hebat. Pasca perang dunia ke dua Opel kembali bangkit dan bertahan hingga sekarang namun tak sehebat sebelum perang dunia kedua. Patung dengan tinggi sekitar dua meter dan terbuat dari perunggu ini cukup mengesankan. Warnanya sudah agak hijau toska dengan postur mendongak. Jalanan di sini juga tak terlalu ramai. Yang menyedihkan adalah saat malam, pukul 19.00 hampir-hampir tak ada orang keluar rumah. Masih mendingan hidup di Sekararum, Sumber,Rembang, desa asalku, sampai malampun tak mati gaya. Saat tiba di sini kebetulan masih musim panas, jadi siangnya agak panjang. Matahari angslup sekitar pukul 21.00 namun hal itu juga tak membuatku rajin ke mana-mana karena memang masih serba bingung. Di kota ini aku benar-benar menjadi ‘perfect stranger’. Tak kenal orang-orang di sini, tak paham bahasa mereka, dan jauh dari keramaian.

Adam Opel AG di depan perusahaan mobil Opel
Masih ingat Maya Puspita Sari? Ya, teman facebookku yang susah payah mencarikan tempat tinggal untukku. Di Jerman tak mudah mencari tempat tinggal untuk mahasiswa jika tak jauh-jauh hari, solusi paling cepat adalah tinggal di Russelsheim, terpenting bagiku adalah dapat tempat tinggal dulu. Maya sendiri adalah seorang mahasiswa teknik lingkungan di Wiesbaden. Aku tak tahu persis nama perguruan tingginya,tapi bisa dibilang ialah yang paling repot saat masa-masa awal kepindahanku. Aparteman yang akutinggali saat itu adalah milik Yongkie, teman Maya yang sedang pulang kampung.

Minggu pertama aku habiskan untuk jalan-jalan mengenali kota dan tempat belanja. Oleh Maya aku diajak keliling untuk mengidentifikasi mana toko Asia, mana kalau mau belanja kebutuhan sehari-hari, dan kebutuhan dasar lainnya. Di apartemen ini,tepatnya share room, aku tinggal di lantai II dengan jendela persis menghadap ke jalan. Teman satu block ada dua orang, dua-duanya orang Jerman. Aku tak terlalu akrab dengan mereka karena sejak pertemuan awal ada nada kurang enak,jadi aku pilih tak banyak berkomunikasi. Toh aku di sini hanya satu bulan. Kamar mandi rumah ada dua dan dapurnya satu. Semua menggunakan alat elektronik. Mengoperasikan alat-alat itu suatu kerepotan sendiri. Maklum di Semarang terbiasa menggunakan kompor gas dan biasa jajan di luar. Di sini kalau mau irit ya masak sendiri. Karena tak berbekal kemampuan teknis dan tak akrab dengan tetangga membuatku kerepotan sendiri.


dapur apartemen, semua alat elektronik, mesin cuci alat masak, oven, kulkas, kompor dan lain lain
Praktis selama hampir sebulan aku hanya makan sereal, mie instan, susu, juz, roti tawar, dan kadang-kadang beli kebab, burger atau sesekali beli nasi goreng di rumah makan asia yang letaknya persis di seberang jalan depan apartemen. Sekali tempo aku sempatkan muter-muter Russelsheim namun tak pernah sekalipun jenak.

Tiap tempat memiliki kisahnya sendiri, begitu pula Russelsheim, di masa perang dunia kedua penduduk dari kota inilah yang pertama kali disidangkan dalam kejahatan perang di Nurnberg. Konon para penduduk yang marah tak menyia-nyiakan kesempatan untuk main hakim terhadap 6 orang tawanan perang dari pihak AS. Sewaktu melintas di Russelsheim, enam dari sembilan tentara yang tertangkap dihajar massa hingga mampus tepatnya pada tanggal 26 Agustus 1944. Kemarahan ini akibat pada malam sebelumnya, British RoyalAir Force (RAF) memborbardir kota yang saat ini didiami sekitar 60 ribu jiwa.

Selebihnya aku buta sama sekali tentang kota ini. Karena tak ada akses internet kadang aku ke warnet di pusat kota dengan harga 1 euro perjam.


salah satu kedai kebab favoritku di kota
Masih soal adaptasi, sejak tinggal di sini prinsipku adalah makan atau mati. Maka sebisa mungkin makanan yang dihidangkan aku berdamai dengan rasanya. Bagaimanapun dasarnya lidahku adalah jawa tulen dan tak siap dengan makanan eropa. Selain tak terlalu suka, juga ada sentimen aneh soal gaya hidup kebarat-baratan. Seperti kena kutukan di sini aku harus berdamai dengan itu semua. Perdamaian pertama dengan lidah dan perut.

sebulan dari Wiesbaden hingga Bandara Frankfurt am Main


Tidak ada komentar:

Posting Komentar