Minggu, 20 Juni 2010

Dark Justice dan Kegeraman Publik


oleh: Adin

Belakangan ini publik dihebohkan kasus politisasi antara KPK dan Kapolri. Banyak bukti yang mengindikasikan bahwa pelemahan KPK direncanakan secara sistematis. Isu mafia peradilanpun mulai marak diperbincangkan. Seolah menjadi rahasia umum bahwa jual beli kasus memang ada dan selama ini dibiarkan berlarut-larut. Dan lucunya tindakan-tindakan yang diambil untuk menindak pihak yang dianggap pantas menjadi tersangka dilakukan secara sangat hati-hati. Tentu saja peristiwa ini membuat publik geram karena penyelesaian kasus yang bertele-tele ini seperti melihat telenovela, atau opera sabun yang dipertunjukkan tiap malam. Hanya untuk mengaduk-aduk emosi penonton tanpa ujung. Terlepas dari klaim-klaim kebenaran masing-masing pihak, sepertinya jalan hukum yang baik bagi bersihnya sistem peradilan kita sedang mengalami masa yang paling buruk. Belum lagi pemanggilan pihak kepolisian terhadap dua pimpinan media massa di Jakarta semakin menambah berbelitnya kasus ini.
Telenovela ini mengingatkan saya pada Dark Night. Film besutan Christopher Nolan ini menceritakan bagaimana ia berusaha memberantas kejahatan di Gotham City. Alih-alih dianggap sebagai pahlawan, Batman pada akhirnya merelakan dirinya dicap sebagai penjahat. Film ini dibuka dengan peristiwa perampokan bank yang dilakukan oleh penjahat yang tidak begitu terkenal, Joker. Perlahan-lahan Joker mulai membangun reputasinya. Apalagi satu-persatu bisnis mafia di Gotham mulai memburuk karena satu-persatu ditangkap oleh Batman. Hal itu juga bersinergi dengan munculnya jaksa muda yang berdedikasi bernama Harvey Dent. Bersama letnan James Gordon, ketiganya bahu-membahu dalam memberantas dunia mafia di Gotham. Hampir semua hasil tangkapan mereka dapat diproses secara hukum oleh Harvey. Dan tidak ada yang lolos dari dia. Perlahan-lahanpun Batman merasa bahwa dirinya suatu saat tidak dibutuhkan. Karena bagaimanapun juga model hukum yang dilakukan Batman tidaklah legal. Ia tidak berada di bawah institusi apapun, apalagi bernaung di undang-undang.
Entah bagaimana ide awal Batman, tapi yang jelas dark justice yang dia lakukan barangkali semacam frustasi warga negara terhadap penegakan hukum di Gotham city. Istilah kasarnya Batman dianggap main hakim sendiri karena lemahnya peranan institusi resmi.
Dipercaya atau tidak Batman menjadi solusi bagi kebuntuan supremasi hukum sampai munculnya Harvey Dent. Jaksa yang dengan keberanian dan ketulusan berani memberantas mafia baik alam pemerintahan maupun di luarnya.
Sementara trio penegak hukum ini sibuk dengan para mafia, Joker diam-diam merencanakan sesuatu yang lebih dahsyat dari kejahatan sebelumnya. Joker sebagai penjahat yang sangat berkarakter ini rupanya sedikit banyak mempelajari Anarki. Dan great chaos lah yang menjadi tujuannya. Joker dengan segala ketidakterdugaannya pada akhirnya berhasil membalik keadaan dan menyudutkan Batman karena aksinya yang gila, membunuhi orang satu-persatu sampai Batman membuka identitasnya. Masyarakatpun menyalahkan Batman atas terbunuhnya para polisi dan tokoh-tokoh penting di Gotham.
Pada akhirnya saya masih meyakini bahwa dalam film ini Batman mengalami kekalahan besar karena satu-satunya tokoh yang menjadi tumpuan bagi tegaknya supremasi hukum di Gotham telah dirusak jiwanya. Ya, Harvey karena merasa dikhianati oleh banyak pihak dan kehilangan kekasihnya berubah menjadi orang yang juga tidak mempercayai upaya-upaya legal bagi tegaknya hukum yang baik di Gotham city.
Mengapa Harvey menjadi alas an bagi kemenangan joker? Bagi saya Harvey menempati posisi yang unik. Keberadaannya adalah simbol. Ia menjadi Imam mahdi, Ratu Adil, Heru Cakra yang ditunggu-tunggu dalam menghadapi zaman kalabendhu. Zaman dimana keserakahan, kekacauan, kerusakan, dan kemunafikan merajela. Harvey adalah jawaban bagi kehausan rakyat akan keadilan. Meskipun ada Batman tetap saja praktik yang dilakukan Batman tidaklah sah secara hukum. Dan Harvey mewakili semua harapan itu. Ia bisa menjadi berkah sekaligus menjadi bencana. Maka ketika simbol ini berhasil dijungkirbalikkan oleh Joker melalui serangkai proses ‘kriminalisasi’ maka tidak hanya karakter Harvey yang dirubah tapi juga kepercayaan masyarakat, dan lebih jauh lagi: harapan masyarakat. Ia adalah prototipe agung dan barangkali sejak awal Joker memang mengincar Harvey Dent. Karena salah satu cara menggoyang stabilitas adalah menggoyang representasi simbolik yang sedemikian dipuja pengikutnya. Dan Joker berhasil. Apakah keadaan ini relevan dalam konteks ‘kita’ di ‘sini’? ah gak tau ah..
Lalu Batman harus kembali menanggung kutukan itu, menghadapi kejahatan dalam kegelapan. Seperti telah dia sebutkan dalam film pertamanya. Ia harus menjadi ketakutan itu sendiri untuk mengatasi traumatiknya pada kelelawar. Ia harus menjadi kegelapan itu sendiri untuk melawan kegelapan. Dan benar-benar pas film ini menggambarkan filosofi Batman.
Diam-diam sayapun merindukan sosok seperti Batman. Sosok yang memberikan kepercayaan akan terjaminnya hak-hak sipil mengenai keadilan mengingat saya juga sudah pesimis dengan tata cara penegakan hukum di negara kita.
Dalam film ini, Batman menjadi representasi dari keinginan rakyat. Ia menembus sekat-sekat bahkan sampai lintas internasional. Lihatlah bagaimana ia menyeret penjahat dari China yang kalau secara legal tidak bisa diadukan ke mahkamah internasional mengingat China sangat melindungi warganya dan tidak bisa begitu saja mengekstradisi Lou yang juga merupakan orang penting di China. Tapi Batman bisa. Dan satu-satunya yang bisa menimbangi kenekatan adalah Joker.
Tapi apakah ada figur semacam Batman di negeri ini? Barangkali yang paling mendekati representasi Batman adalah people power yang mungkin menginisiasi metode Batman: main hakim sendiri!
Jujur dalam film ini saya lebih mengagumi Joker daripada karakter manapun. Selain diperankan dengan sangat apik, sosok Joker mewakili manusia yang dipenuhi gairah dan totalitas. Terlepas dari kejahatannya, Joker digambarkan sangat kuat karakternya dan cukup inspiratif.
Kembali ke masalah penegakan hukum di Indonesia, kadang saya merasa nurani kita dibenturkan pada tembok yang keras. Salahkah saya jika tidak percaya? Dan mestikah saya harus dipenjara karena pesimis?
Satu film lagi yang mengingatkan saya akan penegakan hukum yang tidak serius. Yakni The International. Disitu diceritakan agen Salinger hendak membongar kejahatan yang dilakukan oleh bank kenamaan. Satu persatu saksi kunci kejahatan bank tersebut dibunuh. Belakangan diketahui bahwa yang terlibat dalam kejahatan ini tidak hanya satu institusi melainkan lingkaran jaringan trans-nasional. Pembungkaman terhadap salah satu pimpinan (dalam hal ini bankir) rupanya tidak menyelesaikan masalah. Karena yang dihadapi agen Salinger adalah jaringan dengan banyak kepala. Jika salah satu kepala ini dipotong keadaan tidak akan berubah, karena mekanismenya akan melahirkan kepala baru sebagai pimpinan yang barangkali lebih kejam. Dan betapa kecewanya agen Salinger ketika mengetahui ternyata ada salah satu purnawirawan militer yang terlibat. Orang itu juga bukan orang sembarangan. Ia salah satu tentara yang dulunya sangat mendukung komunisme. Namun sekarang terlibat kejahatan trans-nasional. Faktanya adalah ketika Salinger memusuhi satu bank, pada hakikatnya ia telah memusuhi semua pihak yang berkepentingan dengan bank itu, bisa jadi FBI, CIA, bahkan Negara-negara lain. Dia memusuhi jaringan trans-nasional yang bisa dipastikan mereka mempunyai orang-orang kuat juga di pemerintahan. Artinya jikalau kasus ini diselesaikan seccara legal formalpun akan mentah karena kejahatan ini telah menggurita. Jika terjadi penguatan opini publik, mereka akan segera membuat isu baru yang sedianya mengalihkan perhatian rakyat.
Saya jadi teringat beberapa waktu lalu terjadi peristiwa penembakan warga Negara asing di Aceh. Saya bercuriga bahwa ini adalah upaya pengalihan isu. Dan barangkali akan terjadi peristiwa-peristiwa heboh lain terkait alotnya proses peradilan ini. Bukankah seperti yang diungkapkan Milan Kundera bahwasanya perjuangan melawan kekuasaan adalah perjuangan melawan lupa?
Berkaca pada kedua film di atas apakah hal ini juga sedang terjadi di negeri ini? Saya hanya bertanya. Hal sederhana yang membuat banyak kawan aktivis dulu hilang atau dihilangkan karena dinilai salah dalam membuka pertanyaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar