Kamis, 17 November 2011
Seni Membongkar Tirani
hari minggu 13/11/2011 kemarin, organisasi hysteria kedatangan tamu dari jogja. Sebuah komunitas seni rupa yang bergerak di bidang social-politik, Taring Padi. Kedatangan komunitas asal Jogja tersebut bermaksud untuk meluncurkan buku mereka yang bertajuk “Taring Padi seni membongkar tirani”. Acara peluncuran buku tersebut dilaksanakan di Gerobak a[r]t kos Hysteria di jalan Stonen 29 Bendan ngisor Sampangan. Setelah beberapa saat hujan mengisi kekosongan mahgrib, acara peluncuran dimulai dengan pemutaran film documenter Taring Padi. Usai pemutaran film documenter, kemudian di isi dengan diskusi yang membahas soal proses Taring Padi selama beberapa tahun. Lalu acara peluncuran tersebut juga dimeriahkan oleh beberapa kelompok teater seperti, teater ASA (IAIN Walisongo), teater SS (UNNES), komunitas Roda Gila, Adit “Tanda Batja”, MOLEK, dan komunitas Lacikata.
Diskusi berjalan sangat seru karena melibatkan pembicara, Ewin Dwi Kristianto dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, dan Mujiyono, S.Pd., M.Sn. dari UNNES. Kedua pembicara tersebut menelaah buku Taring PAdi itu dengan terperinci. Sebagai aktivis LBH mas Erwin sempat menceritakan pengalamannya, bahwa kehadiran Taring Padi sangat dekat dengan masyarakat sampai poster yang mereka buat selalu dipakai dalam tiap aksi masyarakat. Pula pak Mujiyono selaku dosen di UNNES, beliau menjelaskan beberapa aspek yang membuat buku Taring Padi tersebut menarik. Selain itu para aktivis taring padi juga memberikan keterangan mendetail tentang hal-hal yang ditanyakan oleh beberapa peserta diskusi.
“banyak yang beranggapan kalau kami ini merupakan komunitas “sayap kiri”, padahal sejak berdiri kami lebih memilih untuk mengangkat masalah social. Namun yam au bagaimana lagi wong itu juga pendapat orang, ya kami terima saja.” Ungkap Eksi, salah satu aktivis taring padi. Beberapa teman juga sempat menceritakan bagaimana mereka diperlakukan oleh pemerintah.
pak Mujiyono, S.Pd., M.Sn. menyampaikn pembacaannya terhadap buku tersebut. Beliau mengatakan kalai buku ini merupakan buku yang berbeda dari biasanya, juga secara substansial buku ini bias menjadi representasi akan kedekatan taring padi dengan masyarakat. Kedekatan karya, juga menggunakan symbol-simbol yang mudah dimengerti dan mengesampingkan estetika seni rupa, menjadi aspek utama kedekatan karya taring padi dengan masyarakat.
Acara diskusi tersebut berlangsung hingga larut, karena semua betul-betul masuk kedalam atmosfer yang sangat mendukung. Pemuda-pemuda Indonesia perlu disadarkan kembali tentang kesadaran terhadap negeri ini secara benar (OPENK)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Acara yang bagus.
BalasHapusSalam,
Fahmi.