Rabu, 16 Maret 2011

Festival yang Tertunda



Sebenarnya telah lama kami ingin membuat pertanggung jawab perihal festival rutin yang kami janjikan tiap tahun. Terutama saat tahun 2010 lalu Hysteria ketika tidak mengadakan festival lintas disiplin sebagaimana 3 tahun sebelumnya (2007-2009). Banyak alasan yang membuat festival yang kami rencanakan ini gagal. Salah satunya adalah persoalan mendasar mengenai sebenarnya butuh tidak festival ini diadakan? Kalau hanya selebrasi dan membuat lelah apalagi tidak mempunyai imbas balik yang sepadan kenapa harus dipaksakan. Dari pertanyaan mendasar itulah akhirnya yang membuyarkan seluruh bangunan gagasan yang jauh-jauh hari kami konsep. Dan tentu saja masih banyak persoalan lain terkait pendanaan dan semacamnya.
Tiga tahun berturut-turut membuat festival Hysteria merasa gagal untuk mengkampanyekan ide betapa penting festival ini untuk mempertemukan berbagai kalangan dan membuat mereka semakin terbuka. Pada kenyataannya, dan seperti festival kebanyakan, meski dalam hati kita menginngnkan selebrasi semacam itu namun bukan berarti kita telah siap untuk dialog dan memutuskan bahwa: festival ini menjadi kebutuhan bersama. Festival biasanya diinisiasi dari atas ke bawah tanpa peran vital komunitas pendukung festival. Mereka hanya artis dan yang menyelenggarakan hanya EO. Tidak lebih dari itu. Maka layaknya EO yang baik ia harus bisa menggelar acara secara sukses, dan artis yang baik hanya perlu tampil sebaik-baiknya. Tidak ada pembicaraan yang intensif, serius, konstruktif setelahnya. Semua kembali ke rumah masing –masing tanpa berpikir untuk menjadikan apapun yang berkait dengan festival adalah persoalan bersama yang harus dihadapi dan saling peduli. Di titik itu kami merasa lelah untuk membuat acara-acara yang kami rasa, minimal secara internal, tidak kami butuhkan.
Membuat program sesuai kebutuhan menjadi kunci bagi kami untuk menyusun program di masa mendatang. Semua program yang kami rasa tidak efektif kami hentikan. Maka dari itu pada tahun 2010 kami memutuskan hanya membuat satu program yang kami anggap lebih penting, yakni ‘mapping project, petakota’. Program ini merupakan pemetaan yang kami lakukan terhadap fenomena sub kultur dan anak muda di Semarang. Pada project pertama kami mengangkat pameran poster dan pamflet gigs yang ada di Semarang kurun waktu 2007-2009. Bersama Aga Petir (kosong) kami menyelenggarakan acara hampir seminggu. Sebenarnya benih untuk membuat acara yang lebih kecil, spesifik, dan lebih efektif telah dimulai sejak 2009. festival lintas disiplin ‘Stonen Mini Fest: Jalur Alternatif’ menjadi pembuka program-program kami yang lebih intensif. Tahun itu kami mengumpulkan dan memamerkan zine yang terkumpul dari berbagai kota. Namun baru tahun 2010 pilihan mengadakan program semacam ini kami putuskan secara sadar sebagai konsekuensi dari butuh tidaknya program ini diadakan. Frieda Amalia sebagai penanggung jawab tahun itu cukup serius menyiapkan pameran. Namun sayangnya ada yang luput dari harapan kami. Pada awalnya kami berharap dari pameran ini akan terjadi analisis yang cukup tajam pembacaan teman-teman atas fenomena musik di Semarang ditinjau dari pamflet acara. Dari pembacaan itu bisa dilihat berbagai macam hal, misalnya berapa banyak acara dalam kurun waktu 3 tahun, siapa saja artis yang lahir atau mati, apa kecenderungan musik, siapa saja pegorganisisr event kolektif, dan lain-lain. Pertanyaan-pertanyaan itu akan membukan banyak pertanyaan lagi yang akhirnya akan membentuk pohon masalah. Berkait dengan ilmu organisasi setelah permasalahan ini diidentifikasi idealnya ada rencana dan strategi untuk membuat program yang lebih efektif. Kira-kira apa saja yang dibutuhkan untuk perkembangan musik di Semarang, siapa stake holder nya, posisi masing-masing pihak di mana dan masih banyak lagi yang bisa kita baca dari pemetaan itu. Sayangnya hal itu belum terjadi di pameran ini. Tanpa upaya-upaya analisis dan reflektif semacam itu kami pikir akan sulit bagi komunitas, kelompok musik, EO dan semua yang berkepentingan di dalamnya dapat menyusun program tepat sasaran.
Agak mengecewakan memang, namun sebagai langkah awal kami mulai menemukan format program apa yang akan kami susun kelak.
Telah banyak festival diselenggarakan, tapi lagi-lagi kami tidak yakin benarkah festival ini telah menjadi kebutuhan bersama dan keinginan banyak pihak? Daripada repot memikirkan hal itu dan mementahkan niat baik para penyelenggara festival, Hysteria memutuskan menghentikan festival lintas disiplin sebagai prioritas yang harus diadakan setahun sekali sampai suatu saat tercipta forum yang memang secara sadar membutuhkan adanya festival bersama. Membutuhkan dalam hal ini tidak hanya sekedar main dan menjadi artis, tetapi juga ikut memikirkan masa depan festival, urgensi festival dan bagaimana pengaruh festival ini bagi masyarakat penyokongnya.
Saat membuat pertanggungjawaban ini sebenarnya kami merasa geli juga. Karena tidak perlu repot-repot membuat catatan semacam ini toh tidak ada yang menanyakan program rutin kami ini. Ini menambah catatan bahwa kami telah gagal membuat festival sebagai bagian dari kebutuhan teman-teman. Pertanggungjawaban ini akhirnya dibuat semata-mata bentuk tanggung jawab kami terhadap perkataan, klaim, sesumbar kami di masa lalu bagi teman-teman yang pernah mendengar perkataan kami. Secara moral kami merasa terbebani karena kami tidak sanggup menanggung konsekuensi dari perkataan kami dan tidak bisa memegang komitmen dari kami sendiri. Para penyelenggara event pasti pernah mengalami hal ini, bahwa membuat festival itu ternyata tidak semudah membalik telapak tangan, apalagi acara-acara yang katakanlah untuk keuntungan finansialnya tidak jelas, memakan banyak waktu, rawan terjadi salah paham dan banyak lagi persoalan lain yang kesemuanya itu sering membuat lelah dan memutuskan untuk menyerah. Kami tidak. Hysteria hanya menunda dan berusaha merealisasikan program-program yang sesuai dengan kebutuhan.
Demikian pertanggungjawaban ini kami tuturkan.

(Hysteria)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar