Sabtu, 17 Maret 2012

Berkaca pada Air


Performance art : Berkaca Pada Air
Oleh : openk Hysteria
Lokasi: Jalan Pahlawan
waktu: 17-19 Maret 2012
pukul: 17.00 WIB- selesai
dalam rangka menyambut hari air sedunia yang jatuh pada 22 maret nanti




Artist Statement

Kebutuhan akan air menjadi masalah pokok bagi tiap orang. Dan keberadaannya sangat diharapkan, bayangkan jika dalam satu musim kemarau sama sekali tidak ada air, bagaimana orang-orang melangsungkan hidup mereka. Mandi, cuci, minum, dan kebutuhan lainnya sudah tidak mungkin lagi untuk ditangguhkan. Di Semarang, khususnya di daerah lereng gunung Ungaran air sangat berlimpah ruah. Air mengaliri sungai-sungai kecil namun tetap terjaga intensitasnya sampai ke laut. Semarang masih sangat aman untuk kebutuhan air.


Jika kita menengok beberapa daerah di kota bandung atau jakarta, air menjadi kebutuhan utama yag mungkin lebih susah didapat dibanding kebutuhan lainnya. Di Bandung sumur air tanah tak bisa digunakan, dan setiap warga harus membayar RP. 4000,- untuk satu roda ( berisi 15 jerigen atau sekitar 125 liter) untuk kebutuhan memasak, minum, dan mandi dalam satu hari. Jika dikalkulasikan berarti sebulan setiap kk harus membayar Rp.120.000 per bulan. Sementara air bersih dari PDAM sangat susah didapat baik musim kemarau maupun musim hujan. Jika musim kemarau air yang keluar dari ledeng hanya sebesar ekor tikus sementara musim hujan air yang keluar berwarna hitam dan bau.


Berangkat dari satu masalah diatas saya mengajak anda untuk merefleksi hal tersebut. Bagaimana jika nanti ada saatnya Semarang mengalami hal yag sama? Saya mengajak anda semua untuk lebih menghargai atas air yang sudah ada, dan keberadaannya akan kita jaga. Untuk memvisualkan pemikiran saya, saya melakukan performance art menjadi orang yang “menjual air” kepada anda. Semoga hal tersebut bisa memantik nurani anda untuk berlaku lebih bijak kepada air.
Terima kasih,

buahtangan#6- POWER SLAVES

buahtangan#6
tamu:

POWER SLAVES

Jumat, 23 Maret 2012
19.30 WIB
di Grobak a(r)t Kos, Jl, Stonen no 29 SMG

hysteria tertarik mengundang mereka untuk mengetahui bagaimana konteks band ini muncul zamannya. ini bagian dari program hysteria untuk pelan-pelan memetakan aktivis seni, musik terutama, di Semarang. Buahtangan sendiri merupakan kegiatan hysteria yang memberi kesempatan bagi teman-teman untuk berbagi pengalaman atau wacana dari karya yang diusung. buahtangan forum kecil dan terbatas. silakan konfirmasi ke 0856756 2088

tentang PowerSlaves. adalah sebuah band yang membawakan musik Rock 'n Roll dan Blues, berdiri sekitar April 1991 di Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia. Diawali pertemuan Anwar Fatahilah (Bass) dengan Heidi Ibrahim (Vocal) yang memiliki kecocokan dalam konsep musik. Setelah merekrut pendukung lainnya yaitu Kolem (Guitar), Randy (Guitar), Vidi Widi (Drum) dan Wiwiek (Kibor), akhirnya band Power Slaves ini berdiri dengan kekuatan yang solid. Nama Power Slaves diambil dari Ensiklopedia yang artinya sekelompok tentara Nabi Musa AS yang memiliki kekuatan dari dalam. Tapi bagi mereka ada penjabaran khusus yaitu kekuatan untuk menghasilkan musik keras tetapi tetap harmonis. silakan cek: http://id.wikipedia.org/wiki/Powerslaves
update terus acara kami dan follow @grobakhysteria

FLASH FILIA


OPEN SUBMISSION! FLASH FILIA
RASEL WITH HYSTERIA
screening karya karya macromedia durasi maksimal 10 menit
tema bebas
open submission
ditunggu sampe 15 April 2012
karya akan discreeningkan keliling dan dibikin lilited compilation
info lanjut 024 8316860/ 08567562088/ 081328355630
follow us @grobakhysteria
dan twittermu karya bisa dikirim dalam bentuk CD ke Jl. Stonen no 29 Semarang

Propaganda Hysteria edisi 84

nah silakan dinikmati ya propaganda kami yang ke 84. gak terasa udah menapak edisi 84 hahaha


ini si purna cipta nugraha lagi kenceeng narik Gerobak Bioskooopppp

ada puisi dan artikel seperti biasa ..


sampai ketemu lagi di edisi 85 yah!

follow us @grobakysteria

Kamis, 15 Maret 2012

Secret Recipe for Extraordinary Designs


Secret Recipe for Extraordinary Designs
Pemantik : Kiiboo Kriibs
Jumat, 16 Maret 2012
18.30 WIB
Galeri DKV Udinus
..free of course..

*KurangLebih™ adalah sebuah ruang diskusi alternatif untuk berbagi wacana dan perspektif baru dengan tujuan mendapatkan ide-ide liar yang selama ini tidak begitu banyak di dapatkan di ruang kuliah.
Digagas dan dijalankan secara swadaya oleh kolektif mahasiswa DKV Udinus.

Kamis, 08 Maret 2012

buah tangan#5




Tidak seperti biasanya Hysteria mengadakan kegiatan di tengah hari. Kemarin hari Minggu (04/03/12) sekitar pukul 13.00 wib Hysteria mendapat “Buah Tangan” dari Nasrin Saadat, seorang Photografer asal Iran yang mengambil S2 di University of Malaya, Malaysia. Program Buah Tangan ini adalah yang kelima yang di buat oleh Hysteria pada saat mereka kedatangan tamu atau teman teman yang pulang dari luar kota. Acara yang diadakan di Grobak A[r]t kost, Hysteria jalan Stonen 29 Bendan Ngisor Sampangan tersebut berisi cerita Nasrin tentang Mela Jaarsma, seorang pelaku seni yang sejak 1984 pindah ke jakarta, di sana dia belajar di IKJ dan pada 1986 dia pindah ke Jogja untuk meneruskan studynya di ISI. Pada tahun 1988 Mela Jaarsma bersama Nindityo Adipurnomo mendirikan Galeri Cemeti yang mana pada tahun 1999 berubah nama menjadi Rumah Seni Cemeti. Sejak tahun 1995 dia menjadi anggota dewan Cemeti art Foundation yang akhirnya berubah menjadi Indonesia Visual Art Archive (IVAA) di Jogja.


Diskusi berjalan dengan rileks namun tak luput dari dialog yang membangun. Nasrin yang memilih Mela sebagai bahan riset untuk Study-nya menceritakan bagaimana proses kreatif Mela dalam berkarya. Nasrin menggambarkan Mela yang berkonsentrasi pada masalah suku dan ras, membuat karya-karya instalai yang sebagian besar berupa pakaian. Bagi Nasrin Mela adalah salah satu pelaku seni yang konseptual dan kontekstual. Salah satu karya mela yang menarik adalah “The Zipper Zone” dimana pengunjung bisa dengan bebas membuka resleting yang telah dirangkai sedemikian rupa menutupi seluruh tembok. Diantara resleting tersebut tersembunyi gambar pada tembok, dan pengunjung tidak akan tahu apa yang akan mereka lihat setelah membuka resleting tersebut. Nasrin menterjemahkan karya itu sebagai hal yang dialami oleh setiap orang, seperti pengunjung yang membuka resleting. “in life we will not know what happened. so the moment we want to choose something, it helps if we think about it carefully(dalam hidup kita tidak akan tahu apa yang terjadi. jadi pada saat kita hendak memilih sesuatu, ada baiknya jika kita memikirkan hal tersebut masak-masak)” demikian yang di tafsirkan Nasrin terhadap karya Mela “The Zipper Zone” itu. (Prabowo Novanto a.k.a Openk)


Senin, 05 Maret 2012

Terminal Data (Mappingproject, Petakota#2)




Pameran Poster Acara Seni Semarang 2011
9-11 Maret 2012
pembukaan 9 Maret 2012 pkl 19.00 WIB
ada: OK KARAOKE, WISNU AND THE GANG, TANPA NADA, RETORIKA, GOOD MORNING EVERYONE, DAN THE LASTREE

REFLEKSI BELUM AKHIR TAHUN

adalah ajakan oleh teman teman Hysteria dan Merdesa (anak anak sastra Indonesia Undip angk. 2009) kepada pihak pihak yang dianggap mewakili perkembangan disiplin seni tertentu, dalam hal ini ada aktivis street art, musik, teater, dan sastra untuk berdialog perihal persoalan-persoalan yang menyangkut bidang yang ditekuni. ini telat memang, karena idealnya sebuah refleksi dilakukan pada awal tahun untuk mengingat, menimbang, berkaca, dan mengevaluasi capaian pada tahun-tahun sebelumnya. lebih baik telat daripada tidak sama sekali bukan?
forum-forum ini akan diadakan di UFO kafe Sampangan pada:

10 Maret 2012 pukul 15.30
Membaca Sastra. pemantik: Agung Hima, Adin, Widyanuri Eko Putra, Quranul Hidayat*

10 Maret 2012 pukul 19.00
gathering street art bersama Isrol I.S.A.D, 12 PM, ZOS, Rasel, Positive Ink, 20Grand

0 Maret 2012 pukul 21.30
Membaca Musik. pemantik: Adiyat Jati, Garna Ra, Yuli BSK, Rudy Murdock*

11 Maret 2012 pukul 15.30
Membaca Teater. pemantik: Khotibul Umam, Alfi Yanto, Wicha Setiawan*


undangan ini juga terkait pada acara kami TERMINAL DATA (Mappingproject, Petakota#2) yang berisi pameran poster dan pamflet kegiatan seni di Semarang selama setahun (2011). kami berharap pameran semacam ini menjadi pameran rutin tiap awal tahun untuk mengukur sejauh mana progress gerakan seni di Semarang. data ini juga dimaksudkan untuk mengikis kebiasaan kita berasumsi, menggosip, dan berdesas-desus, klaim-klaim yang belum jelas parameternya.

*pemantik dalam konfirmasi


Jumat, 02 Maret 2012

Buah Tangan #5


small presentation about Mella Jaarsma art work by Nasrin Sadaat (Iran)
at Grobak a(r)t Kos, jl, Stonen no 29 Semarang
sunday 04032012/ 1 pm
follow us to get more update @grobakhysteria

Abstract

The aim of this research will be describe a case study of Mella Jaarsma's artwork, a Dutch female artist leaving and working in Yogyakarta, Indonesia. To examine common features of the artist’s works and specifically look to find expressions of cultural identity within. Jaarsma seeks to express using the human body in various art media and genres of painting, photography, illustration, objects, video installation and installation through performance art to invite the audience to think more deeply. Since migrating to Yogyakarta, Jaarsma not only has been interested in a personal exploration of Javanese culture especially shadow and light but also the colonization situation. So the artist’s point of view in the creation of art was to deconstruct and question identities, origin and otherness. For understanding and analyzing the content and the process of creation in Jaarsma's work, the approach of this research will be the theory of post-colonization in concepts of otherness and hybridity in Java.

Research Background

In the 21st century the concept of identity has many different parts that are shaped by the contemporary world. According to Ford (2005) "identity, encompasses the unique blend of character, gender, race, sexual orientation and values that defines and distinguishes each person from another." (par.2) “Culture is an important factor in shaping identity.”(Pratt 2005).
In recent decades, in response to globalization, the desire to know and understand other cultures has increased. Contemporary women artists in different spheres of social development are addressing the specific concerns of women as well as indigenous characteristics of their land to create works of art in various fields such as, Photography, Video, Installation, and performance art. Therefore, the issue of ideas about social and cultural life in a postmodern, urban, globalized world is challengeable. To understand the images being created, the artist relies on the audience’s familiarity with the visual culture of contemporary life. In the contemporary globalized world, social and historical context in art offers new ways of seeing and thinking about relations of belonging and identity. Today women artists select new media to express them.
Through Mella Jaarsma’s exploration of colonization, Javanese philosophy and being interested in shadow and light in ‘wayang puppet’ show; audiences can seek three important phases in artist works. The first phase, according to Ooi, 2009 “The turbulent events following the 1997 economic crash that led to the anti-Chinese riots, Reformasi, and a number of religious clashes dominating Indonesia’s socio-political landscape during that period of time” In reference to surroundings, Jaarsma questioned origin, identity and otherness to work with the body and it’s covering with unusual material, such as animal skin. According to Ooi, 2009 Symbolic expression loaded metaphor of race sexuality authenticity and origin in the exotic animal skin. The notion of insider/outsider which relate to human existence and responses to others occurred in this phase. In the second phase from 2003, Jaarsma used architecture and utilitarianism as contents in form and design to seeking protection, migration and mobility. In a time of peace, phase three, Jaarsma places emphases on video in her installations. The choice of material moved to everyday objects.
In Jaarsma oeuvre viewers confront with community code, rituals and symbols. Also, the mixture of different values, hidden meaning. All material chooses to convey certain symbolic meaning with various interpretations of audience form different cultures.
On one hand, Jaarsma’s artwork addresses the socio-political problems in her surroundings. Jaarsma confronts the cultural differences between races, classes, ethnics, gender and religions in Java. Then artist demonstrates how these differences between sub-cultures could be creating conflicts and confrontation but sometimes one image can be borrow form another culture with same meaning in both society. These issues manifest themselves through hatred, violence and social hierarchies in both groups and individuals.
On the other hand, the colonized country exchanges culture with the colonizer yet separate from this still keeps their own culture like Javanese philosophy that the artist can work with. In this situation there are lots of different values and interpretations of objects. Symbolic meanings for indigenous and non-indigenous are not same. The artist can look to symbols as the central problem through different perspectives and tries to convey it in artworks to challenge the audiences and invite viewers to think again.
In conclusion this can be defined by Mella Jaarsma’s statement “Through my work, I question origin and actually deconstruct identities by producing renewable identities, seeing identity as a transient invention.”
(Nasrin Saadat)

Bio
Nasrin Saadat, Born in 1980, Iran
Education:
MA student in Visual arts, cultraul center, University of Malaya, Kuala Lumpur
BA in Photography,Faculty of Arts and Architecture, Azad University
Second Degree Diploma in Graphic Design, Shariati University, Tehran