Selasa, 17 Mei 2011

Re Visi Hysteria


: Adin


Terhitung sejak 7 Maret 2011 Hysteria merubah visinya yang awalnya hanya berorientasi pada bidang seni tertentu (Sastra) menjadi sebuah organisasi yang bergerak di bidang pemberdayaan anak muda berbasis komunitas. Pilihan sadar ini dipicu oleh keadaan infrastruktur kesenian di Indonesia yang tiada kunjung membaik. Rupa-rupanya negara tidak mempunyai strategi budaya yang tepat untuk menyikapi hal itu. Abainya pemerintah mengakibatkan banyak lembaga seni dan komunitas tidak tahu mesti kemana meminta pertanggungjawaban. Di sisi lain keadaan ini memicu masyarakat untuk lebih pintar-pintar berstrategi supaya bertahan.
Akibat kelemahan ini bisa dikatakan infrastruktur seni di indonesia dan terutama di Semarang dikendalikan oleh institusi yang mapan atau individu yang kuat. Ketiadaan regulasi menjadikan mekanisme berjalan chaos dan kadang cenderung manasuka. Dalam banalnya infrasturktur inilah pilihan berserikat, berkomunitas, maupun berorganisasi menajadi pilihan yang strategis sekaligus politis.
Seperti diketahui dan jamak jadi pengalaman bersama warga Semarang, banyak sekali komunitas yang bermunculan namun perlahan-lahan mati satu persatu. Sebagian orang menamakannya siklus, tapi bagi Hysteria menyerahkan semua ini sebagai semata siklus berarti menyerahkan semua ini dalam kendali mitologis. Semua dianggap terberi tanpa ada upaya mencari tahu, meriset, memetakan, dan menganalisi sebenarnya apa yang sedang terjadi di kota ini. Tentu bukan hal yang mudah untuk melakukan semua ini. Makanya hal terkecil yang bisa dilakukan Hysteria adalah melakukan semacam pendampingan untuk komunitas-komunitas seni di Semarang. Pendampingan ini tidak hanya berupaya pertemanan yang sifatnya sangat cair. Diharapkan dari pendampingan dan pembicaraan yang intens perlahan-lahan masing komunitas bisa mengidentifikasi dirinya sendiri, pada konteks apa dia dilahirkan, bagaimana mereka bersikap setelah memahami konteks dan program apa yang kelak disusun yang mempunyai sifat kesinambungan. Hasilnya adalah komunitas-komunitas sini kelak mandiri dan menularkan kepedulian terhadap komunitas yang lain. Infrastruktur idealnya diisi oleh berbagai spesifikasi tertentu. Misalnya dalam musik ada persewaan alat, soundsystem, artis, media, record dan lain-lain. Ketika masing-masing pihak hanya konsentrasi sebagai artis, maka strategi politis untuk mempercepat laju perkembangan scene musik akan tertinggal jauh dibanding dengan kota lain yang telah siap. Itu di musik, belum persoalan di seni sastra, teater dan lain-lain.
Untuk itu Hysteria tidak muluk-muluk, hanya beberapar komunitas saja yang kelak digandeng dan setelah mereka berhasil survive sudah saatnya hengkang dari partnership ini dan mengembangkannya di tempatnya sendiri. Namun lepasnya partnership ini bukan berarti lepasnya sama sekali hubungan. Justru hubungan yang telah ada sebelumnya terus menerus dirawat supaya lingkaran kepedulian masng-masing pelaku scene ini tersemangati dan mempunyai daya tahan yang bagus.
Perubahan visi Hysteria juga diwarnai peluncuran logo baru organisasi yang didesain oleh Tri Aryanto (pegiat street art di Semarang). Selain itu berbagai acara juga digelar. Selain tumpengan beberapa hari sebelumnya sempat dihelat seni pertunjukan oleh Klinik dan Rumah Jeruk (02-06 Maret 2011). Mengenai acara ini sendiri Hysteria akan membahas dalam tulisan yang lain mengingat bagi kami apa yang mereka lakukan layak dan harus untuk dicatat.
Persis tanggal 7 Maret launching logo Hysteria dan presentasi visi misi Hysteria dimeriahkan oleh teman-teman dari Teater Emka, Kawan Jogja, Lacikata, dan pemutaran film oleh Ayu seni tari Unnes.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar