Selasa, 17 Mei 2011
Selamatkan Situs Watu Tugu!
12 Maret 2011, pukul 15.00. matahari mulai condong ke barat. Perlahan-lahan mulai tenggelam, namun tidak dengan ratusan orang yang terkumpul di TK An Nur, Kelurahan Tugurejo. Ratusan orang yang datang dari berbagai daerah itu (Surakarta, Jogjakarta, Jakarta, Kediri, Pati dan daerah-daerah lain) digerakkan oleh semangat yang sama. Digerakkan oleh rasa perih yang sama dan hati mereka berpaut membentuk sebuah kepedulian. Situs Watu Tugu! Sebuah situs yang usianya diperkirakan sezaman dengan Candi Prambanan, bahkan Raffles (Gubernur Hindia Belanda yang tersohor itu menulis bahwa situs ini adalah tapal batas antara Kerajaan Majapahit dan Pajajaran), dalam keadaan memprihatinkan. Bangunan candi yang sengaja dibuat oleh PT Tanah Mas tahun 1980 an ternyata tidak mampu menahan keusilan tangan-tangan pengunjung.
Hampir di seluruh tubuh situs watu juga dinding candi baru itu dipenuhi oleh coretan tangan. Baik dari tip ex maupun cat. Belum lagi ulah perusahaan pemecah batu di kaki candi menambah sederetan kisah pilu salah satu situs tertua di Semarang.
Rupanya keacuhan pemerintah dalam melestarikan cagar budaya ini membuat banyak seniman dan warga prihatin. Maka dalam sebuah forum kecil akhirnya disepakati bahwasanya tanggal 12 Maret juga harus melakukan sesuatu. Forum kecil yang digagas Janta Jabrik, Turah, dan Adin akhirnya menjadi embrio yang menggerakkan banyak seniman untuk terlibat. Berkat usaha gigih Slamet Gundono dan Joko Bibit berikut Pak RW 03 Kelurahan Tugu maka dihelatlah sebuah ritual kecil yang menarik perhatian banyak kalangan.
Grebeg Perih Ati Watu, begitulah acara itu diberi tajuk. Turut memeriahkan pula teman-teman teater ASA, Kaplink, Emka, Dipo, Wadas, Konsep, Cabang, Beta, Buih, Metafisis, SS, persona, Tesa, Jejak, Depan, Teras, Cengkir, Getar, Ruang, sanggar suket, Hysteria, serta Paguyuban Kapling Tugurejo. Tidak hanya itu acara ini juga diapresiasi dengan bagus oleh Ki Slamet Gundono, Didik Nini Towok, Gun Retno Sedulur Sikep, dan Mbak Ting tong dari Sahita. Mereka bahu-membahu menyukseskan acara yang berakhir pada pukul 22.00 WIB ini. Situs Watu Tugu yang biasanya gelap gulita malam itu bermandikan cahaya dan tetembangan.
Menariknya adalah acara ini murni inisiatif warga dan seniman. Bahkan para peserta rela untuk membayar iuran untuk beli makan dan transportasi. Tidak ada bantuan sepeserpun dari pemerintah terhadap acara yang secara estetika tidak kalah dengan proyek-prroyek kesenian berduit.
Ke depan diharapkan dari acara ini Situs Watu Tugu mendapat perhatian lebih sehingga tidak terbengkalai. Tentu bukan hal yang mudah untuk mewujudkan hal itu mengingat situs ini lama terabaikan baik dari sentuhan seniman dan budayawan senior di Semarang. Artinya situs ini benar-benar terabai, dan pemkot sepertinya acuh tak acuh terhadap keberadaan situs ini. apalagi mengingat masih beroperasinya pabrik pemecah batu yang potensi merusak kawasan candi. Dan memang benar gerakan peduli situs ini merupakan gerakan kesenian yang tentu saja kurang cukup kuat untuk dijadikan gerakan yang lebih realistis karena belum terlibatnya jaringan kerja multi disiplin untuk menyelamatkan candi berikut situs watu tugu. Namun demikian seperti diniatkan awal dari kesepakatan forum para penggagasnya bahwasanya aksi ini adalah hal yang paling kecil untuk berbuat sesuatu daripada mengutuk kegelapan terus menerus. Bahwa hari ini situs ini tetap saja terabai memang ya, namun setidaknya ada usaha untuk memulai gerakan penyadaran bahwasanya situs ini penting tidak hanya bagi penduduk Tugurejo, tidak hanya kota Semarang tetapi juga warisan peradaban masa lampau yang siapapun bisa belajar darinya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar