upaya untuk menumbuhkan penyelarasan dalam sebuah “reboisasi Kesenian” akan membawa kita pada keinginan lebih dan lebih lagi untuk membagi jatidiri dalam pemahaman, dan penghayatan terhadap kesenian. Kita akan ditarik mundur dari segala akivitas yang (solah-olah tidak) membebani. Makna kata reboisasi dalam kamus besar bahasa Indonesia ialah penghijauan kembali. Berarti reboisasi kesenian ialah sebuah usaha untuk menghijaukan kembali kesenian, atau menghidupkan sel-sel seni baru yang akan menjadi kian besar dan banyak jumlahnya.
Kita sebagai individu yang berpotensi menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi pribadi, golongan, maupun masyarakat luas memiliki kemampuan untuk melakukan rebisasi dalam kesenian. Yang sampai sekarang menjadi pertanyaan kami ialah tentang ada tidaknya kemauan untuk melakukan reboisasi tersebut bersama-sma? Bisa kita bayangkan, apabila satu orang saja mampu melakukan perubahan dalam berbagai lini, bagaimana jika kita bersama-sama melakukan hal itu?
Nyeluk yang kami gunakan sebagai judul pentas kami merupakan bentuk usaha kami untuk melakukan reboisasi kesenian. Di dalamnya kami memaknai nyeluk dalah tiga hal/simbol. Yang pertama ialah memanggil hujan, kedua memanggil jelangkung, dan yang ketiga kami ingin memanggil harapan-harapan baru.
Nyeluk udan/memanggil hujan, ialah representasi dari keinginan kami untuk menjaga agar dalam reboisasi kesenian tunas-tunas kesenian ini bisa terus segar, dan memiliki mineral-mineral wacana yang tak akan tatas saat diserap. Dengan berlangsungnya hal tersebut maka reboisasi kesenian akan memiliki nilai lebih, tidak hanya sekedar menanam tunas kesenian lalu membiarkannya berjuang sendiri untuk meti kembali.
Nyeluk jelangkung adalah usaha untuk menempatkan sebuah pergerakan kesenian/reboisasi kesenian dalam media yang bisa kita jaga bersama-sama dengan hati-hati. Sebagai contoh, pada saat paranormal memanggil jelangkung sebagai media untuk berkomunikasi dengan arwah leluhur, paranormal itu akan sangat menjaga keberadaan jelangkung tersebut. Kami menarik satu benang merah yakni jelangkung ialah simbiol dari wadah/media kesenian yang (bisa) sangat disakralkan oleh pelaku-pelaku kesenian. Di dalam Nyeluk Jelangkung ini kita akan bersama-sama memanggil kembali spirit kesenian dan pada saat kita melakukan hal tersebut, kita akan menjaganya dengan sangat hati-hati.
Kami berkeinginan untuk mampu menjadi pemicu munculnya harapan-harapan terhadap kesenian yang hakiki. Tidak terkontaminasi oleh kepentingan apapun. Kita bisa berkesenian sesuai dengan apapun yang kita bisa. Di situlah kami mencoba untuk Nyeluk Karsa/memanggil harapan-harapan baru. Banyak hal yang bisa kita mulai lakukan sendiri, namun akan lebih banyak hal lgi yang bisa kita selesaikan bersama-sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar