Malam minggu adalah saat yang dinanti bagi sebagian besar orang, karena malam minggu katanya ialah malam yang panjang. Ada yang meluangkan waktu untuk keluarga, teman, kerabat dekat, bahkan dengan pacar. Nongkrong dan bergurau nonton film bareng atau pergi ke karaoke keluarga sekadar untuk merelaksasi penat setelah seminggu berkegiatan penuh. Namun, apa jadinya jika sekelompok anak muda berkumpul dan membuat sebuah acara bersama dengan tujuan untuk menambah wacana kita terhadap hal yang selama ini kita pertahankan?
Sabtu 17 september kemarin menjadi hari yang sangat bergairah bagi Semarang. Pada hari itu begitu banyak acara dan kegiatan anak muda yang dilaksanakan di berbagai tempat di Semarang, seperti konser musik yang diadakan di SMA N 1, launching buku Sandra Palupi di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS), dan pameran photo di Grobak a[r]t Kos (GAK) Hysteria. Pameran yang diadakan di jalan Stonen 29 Bendan Ngisor Sampangan tersebut diprakarsai oleh ketjilbergerak bekerjasama dengan Hysteria. Ketjilbergerak sendiri merupakan sebuah komunitas photografi dari Jogja yang digawangi oleh Grek dan Invani. Tak hanya para photografer dari Jogja, ketjil bergerak juga mengajak photografer lain dari berbagai kota seperti Jakarta, Solo, Klaten, dan Semarang. Pameran photografi tersebut bertajuk “mental historie” yang mengangkat keagamaan sebagai tema.
Awalnya sebuah sentir dinyalakan saat menjelang magrib, lalu mulai berdatangan penikmat seni photografi untuk melihat apa yang ketjil bergerak tawarkan pada mereka. Acara dibuka oleh Purna cipta nugraha sebagai host acara, kemudian mulai diramaikan oleh team cheers dari SMK Theresiana Semarang. Usai team cheers beraksi, galeri GAK dibuka oleh Adin sebagai tuan rumah pameran, lalu berduyun-duyun para penikmat seni memasuki galeri dan melihat photo yang dipamerkan. Disela-sela pameran, para penikmat seni juga dihibur dengan sajian musik elektronik dari elektrokid, Equinox, dan Buyung Mentari yang menyuguhkan performance art.
Apa yang menarik dari agama, saat kita mengupas sedikit demi sedikit ? Pastilah banyak opini dari berbagai persepsi akan muncul, namun bagaimana jika semuahal tersebut dijadikan satu dalam sebuah pameran? Jika dulu jaman pertengahan agama merupakan pusat kekuasaan yang mengatur hajat hidup orang banyak melalui kerajaan, bagaimana dengan sekarang? Kiranya hal tersebut masih bisa kita cari tahu untuk porsi pribadi. Agama bukanlah hal yang harus selalu diperdebatkan, karena bagaimanapun kita adalah manusia yang selalu ingin bagian dari dirinya menjadi utama agar dipandang orang. Semua pertanyaan diatas seperti dijawab oleh Grek, dia berpendapat bahwa agama adalah apa yang kalian ketahui dalam hidup dengan segala ritualnya. Bahwa jangan sebuah agama yang membuat kita terpecah belah dan terkotak-kotakkan, namun kita bisa saling menguatkan dan saling mengisi karena perbedaan tersebut.
Saat menghadiri acara pameran mental historie kemarin, Eko Tunas beropini bahwa apa yang dilakukan anak muda jaman sekarang seperti memiliki mahzab baru dalam lingkup kesenian. Beliau lalu menajamkan lagi dengan mengatakan “Ini adalah sebuah pergerakan yang kecil namun memiliki ekses besar nantiya, bahwa bukan membahas persoalan estetis, teoritis, tekhnis melainkan lebih mengangkat wacana sesuai konteks dan kematangan konsep. Saya sangat tertarik dengan apa yang sudah kalian lakukan”, ungkap beliau sambil mengambil sebungkus kretek dari tasnya. Hal senada diutarakan oleh Ari Jabo, pelukis kawakan di Semarang. Pak Ari Jabo berpendapat ,” Apa yang anak muda lakukan sekarang telah melebihi apa yang sudah kami lakukan dulu. Semua terasa serba cepat matang, entah itu pengaruh dari budaya instant yang sedang marak di Indonesia atau tidak.”
Pertunjukkan musik kamar empat menjadi penutup acara pembukaan pameran malam itu. Berbeda dengan acara-acara sebelumnya, acara yang diadakan di GAK kali ini cukup spektakuler. Indikasi tersebut saya peroleh dari salah seorang anak Hysteria, “Ini kali pertama Hysteria kedatangan tetangga deket mas.” celetuknya sambil tersenyum. Para tetangga dekat Hysteria juga memberikan kesan kalau apa yang Hysteria lakukan sedikit banyak sudah cukup bagus dalam mengenalkan wilayah Stonen, Sampangan. “ya kami harap kedepan di sini bisa terus ada acara yang mendidik dan bisa menjadi inspirasi bagi warga sekitar mas”, ungkap pak Eko, salah satu warga Stonen. (OPENG Hysteria)
"Ketjilbergerak sendiri merupakan sebuah komunitas photografi dari Jogja yang digawangi oleh Grek dan Invani"
BalasHapushehehehe
wah komunitas fotografi kok piye...hehehe
iki sing liputan kuwi po Bro? :)
*wah sayang raono sing takon aku, ketjilbergerak iku apa, ehm, Mas Openg, yang jelas ketjilbergerak BUKAN komunitas fotografi, hahahaha :-D*
maturnuwun
-invani-
oalah to, Din din!!! :D
BalasHapushahahhaa nanti aku sampaikan ke openg, yang nulis openg, tulisanku belum jadi bung, besok hehehe
BalasHapus