Minggu, 09 September 2012

Mencintai Museum hingga ke Jerman


Oleh: Adin 

Tidak banyak anak muda  yang mendapat kesempatan untuk mengembangkan ilmunya hingga ke Eropa, apalagi jika kesempatan belajar di sana merupakan kesemepatan yang langka. Adalah, Ami, seorang pecinta museum asal Semarang yang mendapatkan kesempatan itu. Terlahir dengan nama Anastasia Dwi Rahmi, Semarang 21 Januari 1987 ini pada tahun 2011 mendapat kesempatan untuk mengikuti pemagangan di Kota Dresden dan  Leipzig, Jerman. Melalui Rave Foundation dari Institut Fuer Auslandbeziehungen, ia memperoleh kesempatan belajar di Museum Fuer Voelkerkunde (Dresden) dan Grassi Museum (Leipzig) selama 6 bulan. Konon beasiswa ini hanya bisa diberikan pada 5 orang saja dari seluruh pelamar yang berasal dari negara berkembang.





Cewek lulusan Jurusan Hubungan Internasional tahun 2009, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol)  Universitas Gadjah Mada (UGM) ini sebenarnya mengetahui informasi tentang beasiswa ini sejak tahun 2009 saat bergabung dengan Museum Anak-anak Kolong Tangga, Yogyakarta dan dipercaya sebagai asisten kurator. Saat itu ia sempat melamar namun ditolak karena Eropa sedang dalam masa krisis. Oleh Rave Foundation, Ami disarankan untuk melamar lagi pada tahun berikutnya.
"Biasanya kalau ada pelamar yang telah ditolak, tidak diperkenankan untuk mendaftar lagi, namun karena alsasan krisis Eropa, saya mendapat kesempatan melamar lagi pada tahun 2010," katanya saat ditemui Warta Jateng di kediamannya Jalan Duta Permai Nomor 6, Perumahan Duta Bukit Mas, Banyumanik beberapa waktu lalu.
Beasiswa yang dikeluarkan Rave Scholarship sendiri bukanlah beasiswa yang menyediakan tempat pendidikan atau pembelajaran seni budaya. Beasiswa ini dikeluarkan bagi para sarjana strata satu yang belum lama lulus dan ingin melanjutkan studi tentang ilmu humaniora, seni dan budaya di Jerman. Bagi yang beruntung akan mendapat bantuan sebesar 1300 euro per bulan selama maksimal 6 bulan tinggal di Jerman. Sementara itu sebelum melamar, pelamar harus mempersiapkan diri untuk mencari destinasi tempat dan jenis program apa yang ingin disusun pelamat tersebut.


Gayung bersambut pada tahun 2011 ia lolos dan bisa berangkat ke Eropa. Selama di sana Ami belajar bagaimana mengelola museum dan mengadakan lokakarya pembelajaran tentang museum pada anak-anak selama 6 bulan. Ami menjalani proses pemagangan selama sejak bulan Agustus hingga Desember tahun 2011.
 
Mengisi kekosongan sebelum berangkat ke Eropa, pada tahun 2010 alumni SMA Loyola Semarang  ini aktif di Paguyuban Batik Bokor Kencono membantu Widya Wijayanti dan Dewi Tunjung, pemerhati seni dan budaya di Kota Semarang.
Dari sanalah kecintaannya pada dunia seni makin terpupuk. Sekembalinya dari Eropa Ami sampai sekarang masih aktif berkegiatan.
"Saya dan teman-teman sekarang sedang mendesain program untuk dua kampung di Semarang. Programnya menarik karena terkait dengan tata kelola kota," katanya. Ia tidak berharap muluk-muluk namun pengalamannya di Jerman membuatnya yakin Semarang punya potensi benih-benih hebat jika dikembangkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar