![]() |
the Pinacotheca housed avant garde di tempat ini mereka menempa dan sudah kenal istilah residensi artis dari luar negeri |
(bagian ke dua puluh)
Pembacaanku mengenai Fluxus mau tak mau mengantarkanku pada Gutai. Sebuah kelompok seni dari Jepang yang sangat fenomenal pada waktu itu. Gutai ini adalah kelompok radikal pertama di Jepang pasca perang yang bergerak merespons dunia seni pada konteks waktu itu. Didirikan oleh Jiro Yoshihara dan Shimamoto pada tahun 1954 di Osaka, Jepang kelompok ini sangat berpengaruh dan legendaris di masanya. Gutai mempunyai makna ‘pengejawantahan’ atau ‘perwujudan’. Merujuk pada web Shimamoto nama Gutai diusulkan olehnya yang dimaknai berbeda dengan pengertian umumnya yakni bukan sesuatu yang kaku atau baku namun sesuatu yang mewujud. Dalam aksara kanji Gu berarti alat, perilaku, cara melakukan sesuatu sedangkan Tai berarti tubuh. Para seniman yang tergabung dalam Gutai ini mengekplorasi bentuk baru seni dengan mengombinasikan seni pertunjukan, lukisan, serta interaksi dengan lingkungan. Gerakan ini menentang totalitarianisme, menempa etika kebebasan kreatif, dan mematahkan begitu banyak batas untuk menciptakan kerja kreatif yang menyenangkan dalam sejarah gerakan avant garde Jepang yang diakui internasional.
Para eksponen Gutai sejak awal mencoba mematahkan batasan antara seni, masyarakat awam, dan kehidupan sehari-hari untuk kemudian mencari tantangan artistic menggunakan tubuh secara langsung dengan berbagai materi, memanfaatkan ruang dan waktu, alam serta teknologi.
![]() |
Please draw freely,project Gutai mengajak masyarakat terlibat dalam kesenian |
Tahun
1965, Yoshihara menulis manifesto untuk Gutai. Manifesto itu
mengungkap pesona keindahan itu akan muncul ketika sesuatu itu menjadi
rusak atau membusuk. Proses kerusakan itulah yang dirayakan sebagai
jalan untuk memunculkan kehidupan batin yang diberikan pada materi atau
objek.
Satu di antara pernyataan yang menarik mengenai Gutai
yakni keindahan yang unik itu akan ditemukan dalam karya seni atau
arsitektur di masa lalu yang telah berubah persepsi kita saat
menerimanya karena kerusakan oleh alam, atau bencana berabad-abad
lamanya. Ini menjelaskan indahnya proses pembusukan itu dan
tersingkapnya karakter asli dari suatu material yang sebelumnya
dibuat-buat.Beberapa nama lain yang tergabung dalam kelompok ini antara lain Takesada Matsutani, Sadamasa Motonaga, Atsuko Tanaka, Akira Kanayama, dan lain-lain. Konon pengaru kelompok ini hingga ke eropa juga. Mereka mempunyai hubungan dengan beberapa seniman di Prancis, seperti Georges Mathieu dan Michel TapiƩ. Para artis Gutai ini juga membuat karya-karya yang sekarang kita kenal sebagai happening, performance art, konseptual art, dan instalasi. Kerja mereka konon menginspirasi beberapa artis seperti Allan Kaprow, Nam June Paik, Wolf Vostell, dan Conrad Bo. Konon praksis seni ini dibawa artis-artis tersebut dalam beberapa seri Fluxus. Namun tak seperti Fluxus yang masih dirayakan hingga sekarang, Gutai ini bubar bersamaan dengan kematian Yoshihara pada tahun 1972.
![]() |
Shiraga Kazuo Challenging Mud, 1955 |
Untuk
menunjukkan dobrakan ekstrim kelompok ini misalnya karya Shiraga
Kazuo’s ‘Untitled (1957), sebuah lukisan yang dibuat di lantai oleh sang
artis di lantai hanya menggunakan kaki. Lalu ada The Gutai Card Box
(1962) yang merubah cara pandang lukisan cara menikmati lukisan.
Penonton diajak berinteraksi dengan membeli karya yang dari artis yang
bersembunyi di balik mesin beli otomatis.
Membaca beberapa
referensi tentang Gutai yang lahir di Jepang, tak heran artis-artis di
sana pada tahun 50 – 60 an sangat aktif. Tak heran pula nama-nama
seperti Yoko Ono, Shigeko Kubota, Takehisa Kosugi, mulai muncul.
Asumsiku mereka sekurang-kurangnya mengikuti atau mendengar capaian
sesama seniman di negerinya sendiri sehingga terpicu iklim kreatif.Tahun 1950an ada apa ya sebagai negara baru? Tahun-tahun itu memang tahun sengit keberpihakan seni untuk humanism universal dan seni untuk rakyat. Namun berbeda dengan dunia pergerakan dimana Indonesia menorehkan putra-putra terbaiknya dalam gerakan politik mondial. Misalnya Semaoen, Tan Malaka dan lain-lain yang tergabung dalam kom intern, dalam duni seni kiranya keterlibatan para seniman Indonesia belumlah sejauh itu. (Adin)
*tulisan ini akan diposting secara berkala tentang apa-apa yang aku kerjakan selama menjalani residensi di Nassauischer Kuntverein Wiesbaden, Jerman(image yang digunakan seluruhnya berasal dari internet)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar