Senin, 09 Mei 2016

Ke Jerman, Panik Ketinggalan Pesawat!

(bagian 1)


Setelah menunggu sekian lama, akhirnya aku berangkat juga ke Eropa. Perjalanan ini pasti menjadi satu di antara babak penting hidupku. Praktis ini juga menjadi pelampiasan ‘dendam’karena sejak SD hingga lulus kuliah aku tak pernah merasa benar-benar ‘piknik’.Tidak tahu kenapa sejak menempuh pendidikan di institusi formal tak satupun study tour bersesuaian dengan kehendakku. Memendam iri bertahun-tahun hanya gara-gara menyaksikan teman sebayaku habis rekreasi di Bali, Lombok dan kota-kota indah lainnya, kali ini giliranku. Tapi di luar urusan piknik berpiknik, aku berharap pengalaman selama di Eropa bisa menambah ilmu.

Tahun 2008 di Jogja aku sempat magang di Indonesian Visual Art Archieve (IVAA) sebuah lembaga yang pekerjaannya mengarsip seni visual di Indonesia. Selama di sana aku bertemu dan berkenalan dengan banyak komunitas atau individu menarik di Jogja. Juga selama residensi melalui Yayasan Kelola di Common Room, Bandung tahun 2009 aku belajar banyak hal tentang strategi bertahan komunitas-komunitas indie di sana. Sebelum memutuskan ke Bandung, aku cek organisasi tuan rumah apa yang paling cocok dengan visi Hysteria. Aku temukan paling mendekati adalah Common Room. Sesuai perkiraanku,meski tak spesifik apa yang aku pelajari di sana, pertemuanku dengan banyak teman di sana benar-benar sungguh mengayakan!

Pun ketika tahun2011 Mbak Neni (Yustina Neni) memberikan kesempatan untuk terlibat dalam Biennale Jogja XI jelas memberikanku bekal berharga di masa depan. Pertemuan terakhir yang menarik adalah dengan Mas Marco Kusumawijaya pada tahun 2012, saat menjalankan program Unidentified Group Discussion Semarang (UGD Semarang). Wacana kota dengan pendekatan kelestarian memaksaku untuk belajar ulang bagaimana menikmati dan memperlakukan kota. Di Eropa, aku berharap bertemu dengan wacana-wacana yang selama ini hanya aku dengar dari orang lain maupun buku.

terkatung-katung bersama beberapa penumpang lain di Bandara Changi, Singapura


Tak ada persiapan khusus sewaktu hendak ke Wiesbaden, Jerman, nama kota tujuan perjalanan. Oleh satu dua hal aku masih harus disibukkan persoalan di rumah. Hysteria, UGD Semarang adalah hal-hal yang menyita habis waktu. Bahkan hingga tanggal 24 Agustus 2013,aku masih harus mengurus satu festival ‘Kota Milik Bersama’di Banjir Kanal Barat, Semarang. Padahal dua hari sesudahnya aku harus naik pesawat.

Bermodal bahasa inggris yang kacau dan les bahasa jerman 5 hari, aku nekat berangkat setelah April sebelumnya membeli tiket naik Lufthansa. Nekat, inilah prinsip yang sering aku pakai dalam menjalankan program atau kegiatan. Prinsipnya adalah berani dulu,belajar sambil jalan. Terlalu banyak pertimbangan membuat kita tak ke mana-mana kadang-kadang. Tapi beitulah karena bermodal nekat, seperti masuk jurang tanpa mengukur kedalamannya dulu. Kalau sial mati, kalau beruntung akan belaja rbanyak. Tapi aku yakin sesuatu yang gagal membunuhmu akan membuatmu makin kuat,kata Nietzcshe, filosof Jerman yang ingin aku kunjungi pusaranya.


satu di antara jenis makanan yang disuguhkan mbak mbak pramugari



Tepat pukul 19.05 hari Senin, 26 Agustus aku berangkat naik Singapura Airlines dengan nomor duduk SQ963. Tepat? Ah tidak juga, pesawat molor hingga hampir setengah jam. Tak bisa langsung ke Frankfurt, kami harus transit dulu di Singapura. Celaka, tersebab tertunda di Jakarta agak lama, sesampainya di Singapura, Luftansha yang dijadwalkan mengangkutku tak bisa dinaiki. Masih ada harapan untuk mengejarLufthansa, aku dan dua orang penumpang lainnya harus berlari-lari di Bandara Internasional Changi Singapura. Praktis sejak sampai di Singapura sekitar pukul 22.15 kami panik mencari kemungkinan masih bisakah naik pesawat. Setelah berlari-lari hampir 1 km pesawat sudah tak bisa dimasuki lagi karena sudah terlalu telat. Oleh petugas Singapura Airlines kami bertiga, ditambah satu orang lagi jadi berempat, dicarikan solusi untuk penerbangan lain. Namun penerbangan keLufthansa sudah tak ada lagi. Terpaksa naik Singapura Airlines lagi dengan tujuan Zurich, Swiss.

Tiga temanku sudah pergi duluan, sementara aku masih nunggu keputusan pihak Singapura Airlines. Terkatung-katung sendiri di Changi sekitar pukul 00.10 dan tanpa ada koneksi dengan internet membuat aku lumayan panik. Lima belas menit kemudian dipanggillah aku dan diberi keterangan untuk ke Zurich aku harus naik pesawat bernomor SQ346 dengan boarding time pukul 00.20. Alamak, jam di tangan menunjukkan angka 00.30 dan tak tahu harus ke mana menuju. Bandara sepi. Aku naik transportasi dalam bandara menuju tempat yang dituju berbekal tanya sana-sini. Ada kemungkinan lagi-lagi tertinggal dan percayalah, itu adalah malam yang sangat panjang dan melelahkan. Untungnya bisa sampai juga di tempat dan diperbolehkan masuk.

bersama teman yang sama-sama ketinggalan pesawat



Sampai di Zurich sekitar pukul 08.50, aku harus naik lagi pesawat bernomor LH 1185 dengan nomor duduk 18F. Rasa-rasanya ada yang tak pas, benar saja di tiket tak tertera nomor gate dan nomor terminal! Padahal boarding time pukul 09.05. Aku berusahamencari-cari petunjuk di papan pengumuman, pun tak ada keterangan keberangkatan pesawat dengan nomor pesawat tertera di tiket. Satu hal yang melegakan pada saat itu adalah, setidaknya telah sampai di Eropa, tetap lebih baik dari pada terlantar di Singapura. Setelah didera kebingunan dan kepanikan selama perjalanan, pesawat membawaku juga ke Frankfurt. Syukurlah.

Belum selesai, karena Wiesbaden terletak 38 km dari bandara Frankurt, Maya Puspita Sari, temanku dari facebook yang membantu mencarikan tempat tinggal sementara di Jerman sudah pulang duluan karena tak ada kabar dariku. Tak ada cara lain aku harus mencari warung internet, dan sialnya internet per 1 menit 2 euro itu sangat lamban. Berhasil juga aku kontak Maya dan ‘memaksa’ dia untuk menjemputku lagi, konon Maya menungguku dari pukul 07.00 hingga 09.00 di Bandara Frankfurt, karena kekacauan di Jakarta waktunya jadi molor berjam-jam.

Tak langsung keWiesbaden, menggunakan kereta kami turun di Russelsheim, kota kelahiran pabrikmobil terkenal Opel. Di sinilah hingga sebulan kemudian aku menghabiskan waktu, terhitung sejak 27 Agustus 2013.  (adin)

*tulisan ini akan diposting secara berkala tentang apa-apa yang aku kerjakan selama menjalani residensi di Nassauischer Kuntverein Wiesbaden, Jerman

dari Zurich menuju Frankfurt

2 komentar:

  1. saya AHMAD SANI posisi sekarang di malaysia
    bekerja sebagai BURU BANGUNAN gaji tidak seberapa
    setiap gajian selalu mengirimkan orang tua
    sebenarnya pengen pulang tapi gak punya uang
    sempat saya putus asah dan secara kebetulan
    saya buka FB ada seseorng berkomentar
    tentang AKI NAWE katanya perna di bantu
    melalui jalan togel saya coba2 menghubungi
    karna di malaysia ada pemasangan
    jadi saya memberanikan diri karna sudah bingun
    saya minta angka sama AKI NAWE
    angka yang di berikan 6D TOTO tembus 100%
    terima kasih banyak AKI
    kemarin saya bingun syukur sekarang sudah senang
    rencana bulan depan mau pulang untuk buka usaha
    bagi penggemar togel ingin merasakan kemenangan
    terutama yang punya masalah hutang lama belum lunas
    jangan putus asah HUBUNGI AKI NAWE 085-218-379-259
    tak ada salahnya anda coba
    karna prediksi AKI tidak perna meleset
    saya jamin AKI NAWE tidak akan mengecewakan























    BalasHapus